Sabtu 22 Feb 2020 16:06 WIB

Sekjen MUI: Pancasila dan UUD 1945 Jangan Diganggu

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk dalam menjalankan agamanya.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Andi Nur Aminah
Sekjen MUI Anwar Abbas.
Foto: darmawan / republika
Sekjen MUI Anwar Abbas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas meminta Pancasila dan UUD 1945 tidak boleh diganggu. Karena Pancasila merupakan dasar negara yang sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa. "Jadi negara telah menempatkan agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di tempat pertama dan utama," kata KH Anwar saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (22/2).

Anwar menuturkan, hal itu juga telah dikuatkan oleh Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu sebagai konsekwensi logis dari ayat 1 tersebut di dalam ayat 2 pasal yang sama dari UUD 1945 itu, dikatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk dalam menjalankan agamanya. "Negara telah menjamin untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," katanya.

Baca Juga

KH Anwar menilai, polemik pernyataan Kepala Badan Pembinaan Idiologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi, tidak perlu diperdebatkan lagi, karena pihaknya sudah melakukan klarifikasi yang maksudnya bukan mengganti Assalamualaikum dengan Salam Pancasila.  "Katanya dia sudah klarifikasi. Dan tidak minta seperti itu," katanya.

Meski demikian, KH Anwar menyampaikan makna Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Di dalam agama Islam mengucapkan salam kepanjangan dari Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh adalah sangat dianjurkan dan dia merupakan salah satu bentuk ibadah dalam agama tersebut.

"Jadi kalau ada orang Islam memberi salam kepada lainnya maka berarti dia telah melaksanakan salah satu bentuk ibadah dalam agamanya dan itu dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945," katanya.

Oleh karena itu, kata dia, kalau ada orang dan atau pejabat negara yang melarangnya dan atau menganggunya maka itu berarti yang bersangkutan telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Yakni mengganggu hukum dasar dan atau konstitusi dari negara kesatuan republik indonesia itu sendiri .

Perbuatan tersebut kata dia, tentu saja tidak bisa kita tolerir, karena dia jelas-jelas merupakan perbuatan yang sangat-sangat berbahaya. Karena hal demikian jelas akan mengganggu dan mengusik eksistensi dari negara itu sendiri dan juga akan membuat rakyat tidak lagi percaya kepada pemerintah. "Yang selama ini sudah dipercaya oleh rakyat untuk melaksanakan tugasnya, karena dirusak oleh perilaku dan cara pandang dari oknum pemerintah itu sendiri dan hal itu tentu saja tidak kita inginkan dan tidak boleh kita biarkan," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement