Sabtu 22 Feb 2020 16:30 WIB

Al-Irsyad: Tak Perlu Buat Kesepakatan Salam Pancasila

Al-Irsyad menilai ucapan salam sejahtera cukup dan sudah jadi kesepakatan bersama

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pembukaan Mukatamar Al Irsyad. Ketua Umum PP Al Irsyad Al Islamiyah KH Abdullah Djaidi memberikan pengantar saat silaturahim dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Pembukaan Mukatamar Al Irsyad. Ketua Umum PP Al Irsyad Al Islamiyah KH Abdullah Djaidi memberikan pengantar saat silaturahim dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (16/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Ketua Dewan Syuro Al-Irsyad Al-Islamiyyah Abdullah Jaidi menuturkan, tuntunan agama Islam di dalam Alquran Sunnah Rasulullah, mengajarkan untuk mengucapkan "Assalamualaikum" saat bertemu dengan saudara se-Muslim. Bila dalam konteks sedang berada di suatu forum yang dihadiri banyak kalangan, maka cukup tambahkan "Salam Sejahtera untuk Kita Semua".

"Apabila kita bertemu dengan komunitas yang beragam tentunya tidak ada salahnya selain mengucapkan Assalamualaikum, ditambahkan "Salam sejahtera bagi kita semua", ini sebetulnya sudah cukup memadai," tutur dia kepada Republika.co.id, Sabtu (22/2).

Baca Juga

Menurut Jaidi, kondisi seperti itu menunjukkan adanya toleransi keberagaman dalam mengucapkan salam. Sehingga, lanjut dia, tidak perlu lagi ada pembuatan kesepakatan untuk menghasilkan salam yang cakupannya nasional, dalam hal ini Salam Pancasila. Sebab, ucapan seperti "Salam Sejahtera" itu sudah cukup.

"Selama ini kan sudah menjadi kesepakatan bersama yang selama ini sudah kita lakukan. Ya nggak perlu dibuat lagi, buat apa. Cukup salam sejahtera untuk kita semua. Kan ada komunitas Muslim, Kristen, Buddha, Hindu, jadi cukup 'Assalamualaikum, salam sejahtera bagi kita semua', yang sekarang umum dipakai pejabat kita. Itu sudah bagus," tutur dia.

Jaidi menyinggung soal mengapa salam nasional seperti Salam Pancasila ini muncul sebagai sebuah kontroversi. Dia mengutip ungkapan pepatah, bahwa bikinlah sesuatu yang menyelisihi yang tampil beda supaya dikenal orang-orang. Karena menurutnya memang ada manusia yang punya sifat ini.

"Istilah orang sekarang itu nyeleneh, tidak wajar dan tidak umum dengan manusia lain. Jadi melontarkan satu sikap pernyataan, satu arahan, yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Ada sifat manusia yang seperti itu. Bukan mustahil kalau ada pernyataan seperti itu," ungkapnya.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafiq A Mughni menuturkan, agama memiliki ajaran tentang bentuk-bentuk salamnya. Menghormati agama, kata dia, berarti harus menghormati salam yang diajarkan oleh setiap agama.

"Di sinilah makna toleransi beragama, yaitu saling menghormati," tutur Guru Besar Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya itu.

Syafiq melanjutkan, isi dari salam yang diajarkan oleh Islam, yakni Assalamualaikum, adalah doa dan jaminan keselamatan dari orang yang mengucapkan salam bagi orang lain. "Inilah esensi yang tidak bisa digantikan oleh salam yang sekuler," ucapnya.

Sebelumnya, muncul kontroversi penghapusan salam Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dengan 'Salam Pancasila'. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menyampaikan bantahannya mengenai isu penghapusan salam dengan Salam Pancasila. Melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (21/2), Yudian mengaku terjadi kesalahpahaman atas wawancara dengan dirinya, beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement