REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar mengatakan perbuatan korupsi yang terjadi terhadap uang infak dan sedekah jamaah Masjid Raya Sumatera Barat karena lemahnya pengawasan. Terlebih dalam pengelolaan keuangan Masjid Raya Sumbar, menurut Buya Gusrizal tidak melibatkan ulama yang paham dengan kaidah syariah.
''Kalau pengawasan lemah, inilah yang akan terjadi. Karena tidak melibatkan ulama, jadinya nilai-nilai keagamaan tidak maksimal,'' kata Buya Gusrizal, Sabtu (22/2).
Buya Gusrizal menyarankan dalam pengelolaan keuangan Masjid Raya Sumbar, dilakukan oleh pengurus masjid yang berisikan kalangan ulama. Selama ini pengelolaan keuangan Masjid Raya Sumbar berada di bawah seorang bendahara yang berada di bawah Biro Pembinaan Mental dan Kesejahteraan Rakyat (Bintal dan Kesra) Pemprov Sumbar.
''Harus ada perpaduan antara pengurus, dan ulama. Jadi kita perkecil peluang-peluang atau kesempatan bagi yang punya hati kurang baik,'' ujar Buya Gusrizal.
Tidak hanya untuk Masjid Raya Sumbar, Buya Gusrizal juga menyarankan hal serupa untuk masjid-masjid lain termasuk Masjid Agung, Masjid Kabupaten dan lain-lain. Di mana semua masjid menurut Buya Gusrizal harus diikatkan dengan lembaga-lembaga keulamaan.
Oknun ASN di Pemprov Sumbar berinisial YRN menggelapkan uang milik negara dan milik umat sejumlah Rp 1,5 miliar lebih. Dengan rincian Rp 862 juta milik Masjid Raya Sumatera Barat, uang ABPD untuk Biro Bina Mental dan Kesejahteraan Rakyat Provinsi Sumbar sebanyak Rp 629 juta dan uang pajak Rp 56 juta.