REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kejadian hanyutnya siswa/siswi SMPN 1 Turi memang menjadi pukulan luar biasa bagi keluarga. Bahkan, pada Sabtu (22/2) dini hari, satu jenazah sempat salah diidentifikasi dan sempat dimakamkan satu keluarga korban lain.
Hal itu diungkapkan Agus Riyanto, salah satu kakak dari orang tua korban meninggal dunia atas nama Fanesha Dida Amalia. Tepatnya, terjadi pada Jumat (21/1) malam ketika ada satu korban meninggal dunia yang ditemukan Tim SAR Gabungan.
Menurut Agus, jenazah Fanesha sudah sempat diidentifikasi oleh keluarga lain yang anaknya belum ditemukan. Bahkan, pada Jumat dini hari, jenazah Fanesha sempat dimakamkan keluarga tersebut.
"Ya, jenazahnya sempat tertukar, kita identifikasi melalui rambut panjangnya dan barang-barang yang dikenakan, ternyata keponakan saya," kata Agus, Sabtu (22/2).
Kebetulan, kata Agus, saat itu siswa-siswa yang mengikuti agenda susur sungai memang belum mengenakan papan nama di seragamnya. Jadi, identifikasi memang cuma bisa dilakukan dari fisik dan barang-barang yang dikenakan."Akhirnya, jam 03.00 diketahui, kita minta untuk dibongkar, tadi jam 11.30 sudah dimakamkan," ujar Agus.
Agus mengaku memahami kondisi keluarga-keluarga korban lain yang tentu saja sama-sama terpukul dan ingin anaknya segera ditemukan. Sehingga, mungkin terjadi kesalahan identifikasi yang memang dilakukan pada malam hari.
Mengenang Fanesha, Agus yang menahan haru menceritakan bangganya keluarga atas prestasi-prestasi yang ditorehkan Fanesha. Bahkan, sambil tersenyum, Agus menceritakan Fanesha hampir tidak pernah absen untuk jadi juara kelas.
"Fanesha itu anak saya itu juara terus, dari SD, masuk SMP sini baru kelas satu memang, tapi memang rangking terus dari awal," kata Agus.
Di rumah, lanjut Agus, Fanesha terbilang sosok anak yang pendiam. Bahkan, ia mengingat dengan jelas, sebagian besar waktu luang yang dipunya dimanfaatkan Fanesha untuk belajar.
Walau tidak memiliki firasat yang spesifik, ia mengungkapkan, kedua orang tua Fanesha sejak satu pekan lalu sudah mengumpulkan boneka-boneka Fanesha. Bahkan, boneka-boneka itu mereka cuci bersih.
"Itu sebenarnya tidak ada firasat apa-apa, cuma itu aja yang kelihatan aneh, selain itu tidak ada firasat apa-apa," kata Agus yang berdomisili di Jakarta.
Soal kejadian hanyut sendiri, Agus berpendapat jika agenda susur sungai merupakan kegiatan yang cukup biasa dalam pramuka. Tapi, ada salah perkiraan karena kondisi cuaca yang tidak memungkinkan kegiatan itu bisa dilakukan.
"Tapi, memang ada izin ke orang tua untuk mengikuti kegiatan," ujar Agus.
Meski begitu, Agus menekankan, keluarga sudah menerima dengan ikhlas atas semua yang terjadi. Sekalipun, ia tetap menyayangkan dalam kondisi cuaca yang hujan seperti Jumat kemarin kegiatan susur sungai tetap dilaksanakan.
"Tapi, apapun itu kehendak Allah kita tidak berspekulasi, yang pasti keluarga sudah ikhlas," kata Agus.
Namun, ia berharap, pada masa mendatang jika hendak melaksanakan kegiatan-kegiatan harus dimitigasi terlebih dulu. Lalu, harus ada perencanaan matang, misal kegiatan seperti susur sungai bisa dilaksanakan pada musim kemarau.