Ahad 23 Feb 2020 05:52 WIB

Penembakan di Hanau Buka Kembali Lembar Ekstremisme Jerman

Serangan terjadi di Hanau, Jerman yang mengakibatkan sembilan korban meninggal.

 Lokasi insiden penembakan yang terjadi di Hanau, Jerman, Rabu (19/2) waktu setempat.
Foto: AP/Michael Probst
Lokasi insiden penembakan yang terjadi di Hanau, Jerman, Rabu (19/2) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dwina Agustin

Serangan yang membunuh sembilan orang di Hanau, Jerman, membawa pertanyaan besar posisi pemerintah untuk melawan kebencian. Alasan rasisme yang menjadi dalang penembakan ditanggapi dengan keras oleh masyarakat.

Baca Juga

"Sangat mengejutkan melihat kebencian semacam ini tiba di daerah Rhine-Main, di mana multikulturalisme telah menjadi cara hidup kita selama beberapa dekade," kata Hidir Karademir yang menjadi salah satu dari 5.000 yang berkumpul di alun-alun pasar kota dalam mengenang korban tembakan, Sabtu (22/2).

Pria berusia 65 tahun ini menyatakan, komunitas warga di wilayah itu ingin bersama-sama dalam membentuk masa depan. Namun, ketika suara terpecah dalam situasi seperti yang terjadi saat ini, maka hanya akan menimbulkan masalah.

Dikutip dari The Guardian, di negara bagian Hesse, multikulturalisme bukan sesuatu hal yang baru. Wilayah ini tidak seperti bagian lain Jerman yang mendapatkan arus pengungsi pada 2015.

Negara barat memiliki populasi etnis yang paling beragam di Jerman sejak lama. Bahkan di Frankfurt, separuh populasi memiliki latar belakang migran, kebanyakan dari mereka berakar di Turki dan Polandia.

Komunitas Turki dan Kurdi telah lama menjadi bagian dari DNA daerah tersebut. Novelis Jakob Arjouni merupakan penulis novel serial detektif Kayankaya yang dibuat di Frankfurt. Dia telah mengangkat kisah seorang detektif Turki-Jerman yang pemabuk dengan dialek Hessian yang luas, pertama kali diterbitkan 35 tahun yang lalu.

"Hanau adalah kota migrasi. Kamu tidak perlu melihat dari belakang ke sini karena takut seseorang akan meludahimu karena kamu memiliki rambut hitam. Saya pernah ke Saxony, Anda tahu, Hanau berbeda. Saya selalu senang ketika saya kembali ke sini," kata anggota aktif komunitas Kurdi Hanau Newroz Duman.

Meski menjadi kota multikulturalisme, bukan berartu wilayah itu kebal terhadap ekstremisme sayap kanan. Di kota Kassel, neo-Nazi bernama Stephan Ernst membunuh politisi Christian Democratic Union Walter Lubcke untuk membalas dendam atas pandangan-pandangan pro-pengungsi pada Juni tahun lalu.

Kota yang dekat dengan Hanau ini juga merupakan tempat jaringan teror ekstremis sayap kanan, National Socialist Underground (NSU), membunuh Halit Yozgat yang berusia 21 tahun. Dia terbunuh di kafe internet keluarganya pada 2006.

Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier mengatakan, serangan teror telah menimbulkan luka mendalam pada komunitas kota. Namun, sebenarnya bagi banyak orang peristiwa penembakan di depan Kafe Shisha hanya membuka kembali luka yang telah bernanah sejak pembunuhan NSU terungkap pada 2011.

Peristiwa itu awalnya diabaikan karena dianggap akibat perang geng lokal dan diremehkan sebagai pembunuhan biasa. Peristiwa pada Kamis (23/2) memicu ingatan kembali dan mendorong untuk mengungkapkan segala data tentang NSU.

Banyak file badan intelijen domestik Jerman tentang kegiatan NSU telah dihancurkan. Laporan 2014 tentang pembunuhan Yozgat telah dibatasi dari pandangan publik selama 120 tahun.

Bagi orang-orang seperti Karademir dan Duman, kekhawatiran sebenarnya bukanlah ada individu di Hanau yang memiliki pandangan ekstremis sayap kanan. Justru sikap aparat keamanan Jerman tidak memberikan kekuatan penuh untuk melindungi komunitasnya.

Warga lebih khawatir orang sayap kanan menyusup ke dalam lembaga-lembaga yang seharusnya melindungi, seperti polisi dan badan intelijen. Hal ini sebenarnya beralasan, sebab memang kenyataannya itu telah terjadi.

Mantan kepala mata-mata Jerman merupakan seorang politisi CDU bernama Hans-Georg MaaBen. Dia telah secara terbuka beragitasi untuk pergantian kebijakan sayap kanan dalam partai Christian Democratic Union sejak dipecat oleh Angela Merkel.

"Yang kami takutkan bukanlah orang-orang yang bisa Anda kenali sebagai neo-Nazi di jalan. Para simpatisan Nazi dalam fungsi resmi itulah yang membuat kami takut. Siapa yang ada di sana untuk melindungi kita?" ujar Duman.

Duman mengatakan, berkali-kali warga mendengar bahwa orang-orang yang melakukan serangan-serangan ini telah diawasi oleh agen-agen intelijen. Namun, nyatanya mereka tidak ditangkap sehingga menimbulkan pertanyaan bagi warga. "Saya ingin negara memisahkan jaringan ekstremis sayap kanan ini," katanya.

Sembilan orang tewas dalam dua rangkaian penembakan di bar sisha di kota Hanau, Jerman, Rabu (19/2). Sementara itu, beberapa orang lainnya terluka setelah seorang pria bersenjata melepaskan tembakan pada Rabu sekitar pukul 22.00 waktu setempat.

Pelaku yang diidentifikasi sebagai Tobias R (43 tahun) dan warga negara Jerman, ditemukan tewas bunuh diri di rumahnya setelah melakukan serangan penembakan di dua bar itu.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement