Senin 24 Feb 2020 11:30 WIB

Pengacara Nurhadi: KPK Kirim SPDP ke Rumah Kosong

Sidang praperadilan eks Sekretaris MA Nurhadi akan digelar hari ini.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi belum juga tertangkap KPK. Alih-alih ditangkap, Nurhadi kembali melayangkan praperadilan atas penetapannya menjadi tersangka kasus suap pengaturan perkara.

Selain Nurhadi, menantunya Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal, Hiendra Soenjoto ikut mengajukan praperadilan. Rencananya, sidang perdana gugatan praperadilan akan digelar pada Senin (24/2) hari ini.

Baca Juga

Plt Jubir KPK, Ali Fikri membenarkan hal tersebut. "Benar, KPK sudah menerima surat panggilan tersebut," kata Ali Fikri dalam pesan singkatnya, Senin (24/2).

Sementara kuasa hukum Nurhadi, Maqdir Ismail mengatakan gugatan praperadilan ini berbeda dengan materi gugatan praperadilan sebelumnya yang ditolak oleh hakim tunggal PN Jakarta Selatan.

Kali ini hal yang digugat dan dipersoalkan terkait penetapan tersangka Rezky Herbiyono. Menurut Maqdir, Rezky sama sekali belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK.

"Rezky Herbiyono sama sekali belum pernah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari KPK," kata Maqdir melalui keterangan resminya, Senin (24/2).

Tak hanya itu, Maqdir iuga menyebut mantan Sekretaris MA, Nurhadi, baru mengetahui adanya SPDP jauh setelah surat itu diterbitkan KPK. Maqdir mengungkapkan KPK salah mengirimkan alamat  SPDP untuk Nurhadi.

"Sedangkan Nurhadi  baru tahu adanya SPDP yang ditujukan padanya jauh-jauh hari setelah tanggal yang tertera dalam SPDP Nurhadi  karena KPK mengirimkannya dengan begitu saja ke rumah kosong di wilayah kota Mojokerto," katanya.

Maqdir mengklaim baru mengetahui adanya penetapan tersangka terhadap Nurhadi setelah KPK memanggil seorang saksi pada 10 Desember 2019 usai konferensi pers. Bahkan, sambung Maqdir, Nurhadi belum pernah menerima SPDP dari KPK.

"Itu berarti KPK tidak pernah menerbitkan SPDP kepada Rezky Herbiyono dan Nurhadi. Kalaupun KPK  mengeluarkan SPDP untuk Rezky Herbiyono  dan Nurhadi,  itu berarti proses pemberitahuannya telah dilakukan dengan melanggar hukum acara yang berlaku sebagaimana ditentukan dalam Pasal 227 KUHAP," tegas Maqdir.

Maqdir juga mempermasalahkan penetapan tersangka terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono yang tanpa diawali pemeriksaan terlebih dahulu. Maqdir menganggap penetapan tersangka terhadap Nurhadi dan Rezky menyalahi aturan.

"Sehingga sudah seharusnya penetapan tersangka dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tegasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement