Senin 24 Feb 2020 13:36 WIB

Ahlusunnah Wal Jamaah, Penjaga Sunah Nabi Muhammad

Ahlusunnah wal jamaah memiliki sejumlah ciri seperti yang diterangkan Nabi Muhammad.

Ahlusunnah Wal Jamaah, Penjaga Sunnah Nabi Muhammad. Foto: Ribuan Jamaah sedang melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ahlusunnah Wal Jamaah, Penjaga Sunnah Nabi Muhammad. Foto: Ribuan Jamaah sedang melakukan shalat subuh berjamaah di Masjid Istiqlal, Jakarta (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam berbagai kesempatan, baik di majelis taklim, di masjid, maupun di pengajian lainnya, sering kali muncul ungkapan Ahlusunnah wal jamaah atau yang sering disingkat Aswaja. Ungkapan ini berarti kita harus meneladani dan menjaga perilaku sesuai dengan akhlak Rasulullah. Lantas, siapa sesungguhnya yang dimaksud dengan Aswaja?

Hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Ibn Umar ra berikut ini barangkali bisa menjelaskan siapa yang dimaksud dengan sebutan Aswaja. Beliau bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan barang siapa yang menjadi Ahlus sunnah wal jamaah maka Allah SWT akan menuliskan baginya dari setiap langkah yang ia ayunkan, sepuluh kebaikan. Dan, Allah pun akan mengangkatnya sepuluh derajat.”

Baca Juga

Lalu, Nabi SAW ditanya, “Ya, Rasulullah, kapan seseorang dapat diketahui sebagai Ahlus sunnah wal jamaah? Maka, Nabi SAW menjawab, “Jika pada dirinya terdapat sepuluh tanda maka orang itu termasuk Ahlus sunnah wal jamaah.” Apa sajakah tanda-tanda itu?

Pertama, melaksanakan shalat lima waktu dengan berjamaah. Kedua, tidak menceritakan sahabat dengan kejelekan dan kekurangan. Ketiga, tidak melakukan pemberontakan kepada pemerintah yang sah. Keempat, tidak terdapat keragu-raguan dalam keimanannya. Kelima, beriman kepada qadar, baik atau buruknya dari Allah SWT. Keenam, tidak melakukan mujadalah (perdebatan) mengenai agama Allah (al-Islam). Ketujuh, tidak mengufurkan seorang pun dari ahlul kiblat (Muslim). Kedelapan, tidak meninggalkan shalat mayat dari ahlul kiblat (Muslim).

Kesembilan, memiliki pandangan bahwa menyapu kedua khuf (sepatu) dalam berwudhu boleh dilakukan, baik di perjalanan maupun sedang berada di kampung halaman. Dan, kesepuluh suka bermakmum dalam shalat kepada orang baik maupun fajir (tidak baik).

Prof Dr KH Sahilun A Nasir MPd dalam bukunya yang berjudul Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya menjelaskan secara detail apa yang dimaksud dengan istilah Aswaja. Ia menjelaskan, istilah Aswaja berasal dari kata-kata 'Ahl (Ahlun)' yang berarti golongan atau pengikut.

‘al-sunnah’ berarti tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakup ucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah SAW. ‘Al-jamaah’ berarti jamaah, yakni jamaah para sahabat Rasulullah. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.

Lebih lanjut Prof Sahilun mengungkapkan, secara etimologi istilah, Aswaja berarti golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasulullah dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada sunah Rasulullah dan para sahabat. Lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yakni Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Karena itu, Aswaja adalah Muslim yang senantiasa menjaga sunah Rasulullah dan para sahabat.

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement