REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Penelitian yang dirilis Program Pangan Dunia (WFP) PBB menemukan satu dari tiga warga Venezuela kesulitan mendapatkan makanan yang cukup untuk memenuhi standar nutrisi yang dibutuhkan. Negara Amerika Latin itu mengalami krisis ekonomi dan guncangan politik.
Survei yang berdasarkan 8.375 responden itu mengungkapkan fakta mengejutkan tentang jumlah masyarakat Venezuela yang hanya mengonsumsi umbi-umbian dan kacang-kacangan. Hiperinflasi di negara itu menyebabkan pendapatan warga tidak berarti.
Laporan WFP menyebutkan sepertiga populasi dari 9,3 juta jiwa mengalami kelangkaan pangan. Survei ini dilakukan berdasarkan undangan dari pemerintah Venezuela. Kelangkaan pangan didefinisikan ketika individu tidak dapat memenuhi standar nutrisi yang dibutuhkan.
Penelitian ini menggambarkan ancaman kelangkaan pangan di seluruh negeri, terutama di negara bagian seperti Delta Amacuro, Amazonas, dan Falcon. Di beberapa negara bagian yang makmur pun diperkirakan satu dari lima orang mengalami kelangkaan pangan.
"Realita laporan ini menunjukkan parahnya krisis sosial, ekonomi, dan politik di negeri kami," kata ketua oposisi Venezuela Miguel Pizarro, Senin (24/2).
Dalam beberapa tahun terakhir Presiden Venezuela Nicolas Maduro enggan mengizinkan organisasi internasional melakukan penilaian di negaranya. WFP mengatakan mereka mendapatkan kebebasan sepenuhnya dan mengumpulkan data di seluruh negeri tanpa ada halangan atau rintangan.
"WFP menantikan kelanjutan dialog dengan pemerintah Venezuela dan akan fokus membahas cara untuk menyediakan bantuan kepada mereka yang mengalami kelangkaan pangan," kata organisasi tersebut.
Pemerintah Maduro belum menanggapi temuan ini. Survei WFP menemukan 74 keluarga di Venezuela mengadopsi strategi untuk menghadapi kesulitan yang berhubungan dengan makanan. Caranya dengan mengurangi ragam dan kualitas makanan yang mereka makan.
Sekitar 60 persen rumah tangga melaporkan mereka mengurangi porsi makanan. Sebanyak 33 persen mengatakan mereka menerima makanan sebagai bayaran pekerjaan dan 20 persen harus menjual aset keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Tampaknya isu sebenarnya bukan kurangnya ketersediaan makanan, tapi lebih pada sulitnya untuk mendapatkannya. Tujuh dari 10 laporan menyebutkan makanan selalu dapat ditemukan tapi sulit dibeli karena harganya yang mahal. Sebanyak 37 persen melaporkan mereka kehilangan pekerjaan atau bisnis karena krisis ekonomi.