REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Rajab dalam kalender Hijriyah akan dimulai besok, Selasa (25/2), dalam penanggalan Masehi. Bulan Rajab merupakan bulan ketujuh dalam kalender Islam. Sebagai bulan yang termasuk dalam bulan haram (mulia), bulan Rajab merupakan bulan yang istimewa dan dimuliakan Allah SWT.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, "Rajab adalah bulan Allah, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku." Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Miftahul Huda mengatakan selain karena termasuk asyhurul hurum (bulan-bulan haram), ada peristiwa penting dalam sejarah Nabi Muhammad SAW yang terjadi di bulan Rajab, yakni peristiwa Isra' Mi'raj.
Menurutnya, peristiwa ini sangat penting bagi kehidupan Nabi SAW secara personal dan bagi syari'at Islam. Melalui peristiwa itu kemudian disyari'atkan kewajiban akan shalat lima waktu.
Ketika sampai pada bulan Rajab atau saat melihat hilal bukan Rajab, Nabi Muhammad SAW menyambutnya dengan membaca do'a ini: "Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya'ban, serta sampaikan kami pada bulan Ramadhan."
Karena kemuliaannya, bulan Rajab disebut sebagai salah satu momentum yang tepat untuk meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah SWT. Salah satu cara atau amalan menunjukkan cinta kepada Allah dan Rasulullah SAW itu adalah dengan melakukan puasa di bulan Rajab. Berpuasa di bulan Rajab sejak lama menjadi kebiasaan umat Islam.
Namun, bagaimana hukumnya berpuasa di bulan Rajab? Ustadz Miftah yang juga Kepala Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah Depok, Jawa Barat ini mengatakan, amalan berpuasa di bulan Rajab diperbolehkan selama tidak dilakukan di waktu-waktu yang dilarang, seperti di dua hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan waktunya, menurutnya bisa dilakukan kapan saja di bulan Rajab.
Baca juga: Keutamaan Rajab, Bulan yang Dimuliakan Allah