REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan masyarakat di Tanah Air perlu terus meningkatkan pengetahuan yang berhubungan dengan mitigasi tsunami. Hal itu mengingat dampak gelombangnya yang sangat mematikan.
"Gelombang tsunaminya. Itu sangat mematikan," kata dia di Jakarta, Senin (24/2).
Pengetahuan terkait mitigasi itu harus terus ditingkatkan sebab penelitian menunjukkan bahwa gempa dan tsunami adalah peristiwa yang berulang. Hal tersebut diketahui dari riset yang dilakukan oleh pemerintah Aceh bersama sejumlah perguruan tinggi termasuk Universitas Syiah Kuala melalui temuan sedimen setelah tsunami.
Dengan memeriksakan lapisan sedimen tersebut ke sejumlah negara, diketahui bahwa setiap lapisan memiliki usia yang berbeda, ada yang 7.500 tahun bahkan lebih. "Ini menunjukkan bahwa gempa dan tsunami pernah pula terjadi di Aceh sebelum tahun 2004," katanya.
Menurutnya, kalau saja masyarakat di Aceh tahu bagaimana cara menyelamatkan diri ketika terjadi gempa besar yang disusul tsunami pada 26 Desember 2004, mungkin korban jiwa tidak sebanyak itu.
Sebagaimana diketahui, korban jiwa akibat bencana tsunami dengan kecepatan gelombang mencapai 800 kilometer per jam saat itu mencapai 200 ribu jiwa. Kejadian tersebut tidak hanya di Aceh, tetapi hingga ke sejumlah negara, termasuk Sri Lanka.
"Kalaulah waktu itu hasil riset ini sudah ada dan dipublikasikan. Kini kita memikirkan ke depan dengan mempelajari berbagai pengetahuan tentang mitigasi bencana dan menyebarluaskan pada masyarakat," ujarnya.
Termasuk pula dengan menyampaikan informasi pada masyarakat dan perusahaan-perusahaan terkait pembangunan atau konstruksi rumah dan bangunan di sekitar. Sehingga, saat terjadi gempa masyarakat dapat tetap nyaman atau mungkin bisa tetap berlindung untuk sementara waktu di rumahnya.
"Hal itu tentunya dengan imbauan agar setiap rumah di daerah dengan risiko gempanya tinggi, dapat menyiapkan meja atau perabotan untuk berlindung," ujarnya.