REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa tiga saksi terkait aliran uang dalam kasus korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2016. Penyidik KPK juga mendalami soal proses tender proyek Kementerian PUPR yang diikuti tersangka Hong Arta.
Tiga saksi, yakni mantan Kepala Biro Perencanaan Anggaran dan Kerja Sama Luar Negeri (KLN) Kementerian PUPR Ayi Hasanudin, PNS Kementerian PUPR Moch Iqbal Tamher, dan Direktur Utama PT Debir Jaya Cipta Tarmizi Djusair. "Penyidik mendalami keterangan saksi mengenai dugaan aliran uang ke beberapa pihak terkait di Kementerian PUPR," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (24/2).
Ketiganya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur atau Komisaris PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Artha John Alfred (HA) dalam penyidikan kasus korupsi menerima hadiah terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016. Selain itu, kata Ali, KPK juga mendalami keterangan tiga saksi itu soal proses tender yang diikuti oleh tersangka Hong Artha saat mengikuti proyek di Kementerian PUPR.
Hong Artha ditetapkan sebagai tersangka pada 2 Juli 2018 lalu. Ia merupakan tersangka ke-12 dalam kasus di Kementerian PUPR tersebut. Ia memberikan suap kepada Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary senilai Rp10,6 miliar dan juga memberikan suap kepada mantan anggota DPR RI 2014-2019 dari Fraksi PDIP Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp1 miliar.
Dalam kasus itu, Amran telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsider 4 bulan kurungan karena menerima Rp2,6 miliar, Rp15,525 miliar, dan 202.816 dolar Singapura. Selain itu, Damayanti juga telah divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, karena terbukti menerima 278.700 dolar Singapura dan Rp1 miliar.