REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kasus tragedi susur sungai SMPN 1 Turi di Sungai Sempor berlanjut. Penyelidikan Polisi menemukan jika empat pembina pramuka yang ikut turun ke sungai ternyata baru Januari ikut menjadi Dewan Pembina Pramuka.
Kasat Reskrim Polres Sleman, AKP Rudi Prabowo mengungkapkan, dari tujuh pembina cuma empat pembina yang mendampingi 249 ke Sungai Sempor. Bahkan, empat pembina itu belum memiliki Kursus Mahir Dasar (KMD) Pembina Pramuka.
"Yang punya KMD cuma tiga (ketiganya tidak turun ke sungai), yang nyemplung (turun ke sungai) itu baru Januari ikut jadi Dewan Pembina Pramuka," kata Rudi, Selasa (25/2).
Ia menerangkan, salah satu tersangka berinisial IYA yang merupakan PNS di SMPN 1 Turi mengaku sudah memahami wilayah tersebut. Tapi, IYA dipastikan tidak berinisiatif melakukan pengecekan, walaupun memahami ini musim hujan.
Menurut Rudi, kegiatan pramuka yang mereka jadwalkan pada Jumat (21/2) memang cuma satu yaitu susur sungai. Selain itu, ditemukan di dokumen kalau pembina pramuka diberikan keleluasaan berimprovisasi atas agenda-agenda.
"Jadi dia (pembina pramuka) yang menentukan pekan ini apa, secara garis besar ada latihan apa, tapi item-item improvisasi," ujar Rudi.
Sejauh ini, Polisi mendapati jika izin kegiatan susur sungai itu dikeluarkan Kepala Sekolah SMPN 1 Turi yang lama. Namun, Rudi menegaskan masih akan melakukan pendalaman ke pihak-pihak terkait, termasuk meminta pendapat ahli.
Saat ini, ada tiga orang pembina pramuka yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu IYA (36), DDS (58) dan R (58). Ironisnya, mereka merupakan inisiator susur sungai, tapi tidak ikut turun ke sungai mendampingi 249 siswa.
Ketiganya dijerat Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman penjara lima tahun. Polisi tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain mengingat penyelidikan masih terus dilakukan.