Selasa 25 Feb 2020 14:31 WIB

Perdana Menteri Timor Leste Mengundurkan Diri

Perdana Menteri Timor Lester mundur setelah koalisi politik yang mendukungnya rontok.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Timor Leste Taur Matan Ruak
Foto: Wikipedia
Perdana Menteri Timor Leste Taur Matan Ruak

REPUBLIKA.CO.ID, DILI -- Perdana Menteri Timor Leste Taur Matan Ruak mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan perdana menteri menyusul runtuhnya koalisi politik yang mendukungnya, Selasa (25/2) waktu setempat. Namun, dia mengatakan, akan terus menjalankan tugasnya sampai presiden Timor Leste Francisco Guterres menyetujui pengunduran dirinya.

"Kami juga tidak bisa meninggalkan negara kami tanpa arah seperti mobil tanpa sopir," katanya kepada wartawan di kantor kepresidenan dikutip laman The Star, Selasa (25/2).

Baca Juga

Ruak mengatakan, keputusan apakah akan ada pemilihan lagi atau memanggil partai politik untuk membentuk pemerintahan baru, akan berada di tangan Guterres Lu Olo. Pemerintah koalisi yang dipimpin oleh Matan Ruak telah terpecah karena anggaran untuk 2020 diblokir oleh pihak oposisi dan pemerintah.

Taur dilantik sebagai PM Timor Leste pada Juni 2018 usai terjadinya krisis politik yang melumpuhkan negara kecil dengan total populasi 1,3 juta warga tersebut. Pada 10 Februari lalu, Presiden mengatakan bahwa pemilihan baru adalah jalan terakhir.

Presiden Guterres juga meminta partai-partai dengan kursi parlemen untuk bergerak secara politis memberikan solusi yang baik untuk kebuntuan politik ini. Menanggapi permintaan itu, partai Kongres Nasional untuk Rekonstruksi Timor Leste yang dipimpin oleh Kay Rala Xanana Gusmao membentuk koalisi dengan lima partai lain untuk membentuk pemerintahan baru.

"Kami percaya bahwa 34 kursi ini akan menjamin stabilitas pemerintahan baru," kata Gusmao, Sabtu. Proses penandatanganan dihadiri oleh pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 1996 Jose Ramos Horta, kandidat terkuat saat ini untuk menjadi perdana menteri. Gusmao mengatakan, jika kebuntuan dibiarkan sendiri, itu akan membawa kerusakan besar pada perekonomian negara, sehingga membuat komunitas kecil menjadi rentan.

Jika perjanjian koalisi menghasilkan pembentukan pemerintahan baru, Front Revolusioner untuk partai Timor-Leste Merdeka dan Partai Pembebasan Rakyat akan berada dalam oposisi. Mereka akan memegang 31 kursi di parlemen.

Koalisi akan melanjutkan rencana strategis 2030 pemerintah untuk pembangunan. Itu akan memberikan perhatian penuh kepada orang-orang di daerah perdesaan untuk meningkatkan kehidupan mereka, menjamin stabilitas nasional sebagai faktor penentu pembangunan nasional dan melanjutkan negosiasi perbatasan darat dan laut dengan Indonesia.

Presiden Lu Olo sebelumnya mempertanyakan apakah koalisi baru akan mencalonkan kembali sembilan anggota kabinet yang ditolak sejak Juni 2018 atau tidak. Meski demikian, koalisi tidak mengomentari sembilan kandidat, tetapi Gusmao sebelumnya menyatakan partai tidak akan menggantikan orang-orang yang pelantikannya masih tertunda, mengutip prinsip-prinsip dan kredibilitas partainya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement