Selasa 25 Feb 2020 15:43 WIB

Kisah Eks Teroris, Meracik Bom di Kos-Kosan

Kurnia sempat bergabung dengan kelompok Aman hingga akhirnya bertemu ustaz moderat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Teguh Firmansyah
 Mantan narapidana teroris, Kurnia Widodo.
Foto: Republika/Muhyiddin
Mantan narapidana teroris, Kurnia Widodo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah enam tahun dipenjara di Cipinang, Kurnia Widodo kini telah bertobat dari pemahaman keagamaan yang radikal.

Sebelumnya, pria berkacamata ini pernah bergabung jaringan teroris 'Kelompok Cibiru' Bandung yang berperan sebagai perakit bom.

Baca Juga

Dalam acara bedah buku "Islam Radikal dan Moderat", Kurnia menceritakan saat dirinya terpengaruh paham radikal dan saat meracik bom. Ia mengaku terlibat dengan kelompok berpaham radikal saat menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Saya masuk ITB tahun 1992, saya mulai meracik-racik bom," ujarnya Kurnia saat menjadi pembicara dalam acara bedah buku di Jakarta, Selasa (25/2).

Awalnya, Kurnia tidak sengaja membaca sebuah buku di perpustakaan ITB yang secara vulgar menjelaskan cara membuat bom dan jenis-jenis bom. Pada saat itu, menurut dia, orang-orang belum berpikir untuk membuat bom.

"Jadi saya belajar itu, kemudian bukan hanya belajar tapi  saya praktikkan bersama teman-teman kos saya. Kita meracik-racik di tempat kosan," ucapnya.

Namun, menurut Kurnia, saat itu belum sampai ada niatan untuk melakukan pengeboman. Hanya saja, sebagai kelompok lemah yang ingin melawan negara saat itu ia sudah berpikir bagaimana cara memanfaatkan sesuatu agar bisa menjadi bom.

"Akhirnya berpikir memanfaatkan apa yang bisa dijadikan senjata. Bagaimana memerangi tidak secara frontal atau memanafaatkan barang-barang rumah tangga. Itulah yang saya pikirkan saat itu, saya juga meneliti bagaimana membuat roket," katanya.

Kemudian, lanjut dia, hasil penelitiannya itu diserahkan kepada ustaz-ustaznya yang berpaham radikal, khusus yang ada di Lampung. Karena, Kurnia sendiri dibaiat menjadi anggota Negara Islam Indonesia (NII) di Lampung. 

"Saat itu NII pecah menjadi JI (Jamaah Islamiyah). Dulu 93 baru muncul JI karena Abu Bakar Baasyir tidak puas dnegan konsep NII," jelasnya.

Kemudian, setelah itu Kurnia dipindahkan ke Jawa Barat dan bertemu dengan komandannya yang mengaku sebagai anak dari Kartosuwiryo, pentolan NII. Di sana lah ia kemudian menjalani pelatihan.

"Kita latihan sampat berat saya turun empat kilo dalam seminggu. Waktu itu aliansi politik kita ke mana? Waktu itu, kalau gak salah ke arah PDIP aliansinya. Yang mau bikin rusuh negara ini, tapi akhirnya gak jadi," katanya.

Bergabung HTI

Karena kecewa dengan komandannya, Kurnia akhirnya keluar dari NII pada 1998 dan membuang pikiran tentang jihad. Dia kemudian bergabung dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) karena teman-teman juga bergabung dengan ormas yang telah dibubarkan pemerintah tersebut.

Namun, kedudukan Kurnia di HTI ternyata tidak naik-naik. Karena, Kurnia termasuk kader yang kritis terhadap konsep-kosep HTI tentang sebuah negara. "Kenapa gak naik-naik karena saya orangnya banyak kritik. Setelah ikut, saya demo. Tapi saya anggap tidak berhasil," jelasnya.

Selain itu, Kurnia juga mengaku pernah mengikuti pengajian di daerah Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang diselenggarakan di rumah seorang mantan purnawirawan TNI yang aktif di Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).

Di pengajian itu, Kurnia pun mendapat siraman keagamaan dari mantan teroris Aman Abdurrahman, mendirikan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). "Dia (Aman) masih dipenjara tapi dia masih bisa mengisi pengajian melalui handphone. Jadi ketemu Ustaz Aman dan Alawi Makmun yang kemudian menjadi ulamanya Ansharut Tauhid," ujar Kurnia.

Karena sudah mengetahui dasar-dasar membuat bom, akhirnya Kurnia meninggalkan HTI dan bergabung dengan kelompok Aman Abdurrahman tersebut.

"Di kelompok inilah saya mulai beraktifitas. Satunya kita juga masuk paham Alqaidah yang dibawa oleh Abu Fida," ucap pria yang tinggal di Bandung ini.

Pada 2010, lanjut dia, terjadilah kolaborasi antara kelompok milisi seperti NII Banten, JAT, dan murid-muridnya Aman Abdurrahman. Kelompok gabungan ini kemudian menjalani pelatihan militer di Aceh.

"Dan terjadilah pelatihan militer di Aceh itu. Senjata dari mantan polisi dan dia punya channel ke gudang senjata Mabes Polri. Akhirnya yang tukang jaga gudang itu ditangkap satu penjara dengan saya," kata Kurnia.

Pada saat pelatihan di Aceh pada 2010, menurut dia, terjadilah kontak senjata antara aparat dan teman-temannya yang mengikuti pelatihan itu. Menurut dia, diberitakan saat itu ada yang ditangkap dan ditembak oleh polisi.

Akhirnya, kata dia, sisa-sisa para milisi yang ada di jawa melakukan perlawanan juga. Maka, muncullah pengeboman di Cirebon, di Solo, dan beberapa daerah lainnya.

"Dan kita yang ada di Jawa Barat, di Bandung ini akhirnya membuat perlawanan juga. Salah satu temen saya juga menembak polisi ada tiga orang di Purwerejo. Walauoun dia sendiri juga ditembak," jelasnya.

Bom pupuk urea

Sisa-sisa kelompok radikal atau teroris di Jawa kemudian berusaha membuat bom. Kurnialah yang mengajari teman-temqnnya untuk membuat bom tersebut. "Saya ajari teman-teman saya bagaimana cara membuat bom. Karena dana kita memang murah, ya kita buat bom dari pupuk urea netra. Karena urea netra juga dipake di Irak sebagai bom," katanya.

Setelah bom yang terbuat dari pupuk urea tersebut diuji coba, kemudian Kurnia dan teman-teman berniat untuk melakukan pengeboman. Namun, sebelum kejadian Kurnia sudah keburu ditangkap pihak kepolisian karena di antara teman-teman ada yang terhubung dengan DPO teroris.

"Seminggu setelah kelompok saya, Abu Bakar Baasyir ditangkap. Dia tidak bisa mengelak, karena ada dana yang masuk," jelasnya.

Setelah ditangkap, Kurnia divonis hukuman enam tahun. Setelah menjalani hukuman, dia pun akhirnya bertemu dengan ustaz-ustaz moderat dan melakukan pertobatan dari paham radikal.

"Saya dihukum enam tahun. Divonis bukan saya melemah, begitu ketuk palu saya lempar kursi ke hakim. Setelah itu saya di Cipinang. Di sana lah saya bertemu ustaz-ustaz yang lebih moderat," tutupnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement