REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Kasus tragedi hanyutnya ratusan siswa SMPN 1 Turi di Sungai Sempor terus berlanjut. Salah satu pembina yang sudah jadi tersangka berinisial R (58) mengakui kalau sebelum berangkat langit Sleman memang sudah mendung.
R membenarkan, sebelum anak-anak berangkat cuaca memang sudah mendung tipis, dan sudah ada mendung yang cukup tebal di bagian timur. Anehnya, R tidak melakukan upaya-upaya pencegahan apapun dan membiarkan anak-anak itu pergi.
"Waktu itu kalau berangkat dari sekolah memang mendungnya tipis, jadi sebelh timur sana yang mendungnya tebal," kata R, Selasa (25/2).
Padahal, R jadi salah satu pembina yang memiliki Kursus Mahir Dasar (KMD). Tapi, selain tidak melakukan upaya-upaya pencegahan apapun, R malah ikut tidak turun ke Sungai Sempor mendampingi dan sekadar menunggu di sekolah.
Tidak berselang lama, ia mendapati sejumlah siswa sudah kembali. Padahal, kata R, biasanya pencatatan waktu susur sungai yang diikuti 249 siswa dan didampingi hanya empat pembina-pembina baru itu berlangsung cukup lama.
"Ini kok cepat, dan kok jaraknya lama, ternyata yang hadir di awal tadi di antara masyarakat," ujar R.
Selain itu, Polisi temukan fakta baru atas kasus tragedi hanyutnya ratusan siswa SMPN 1 Turi di Sungai Sempor. Dari obrolan grup WA Dewan Penggalang, diketahui lokasi susur sungai baru ditentukan satu hari sebelum dilakukan.
Hal ini jelas sangat berbahaya. Sebab, jika baru ditentukan pada Kamis (20/2) malam dan akan dilaksanakan pada Jumat (21/2) sore, tentu tidak banyak persiapan keselamatan yang dapat disiapkan terhadap siswa-siswa.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan pembina-pembina pramuka SMPN 1 Turi belum pula melakukan pengecekan lokasi. Pasalnya, walau tetap dilaksanakan di Sungai Sempor, lokasi susur sungai kemarin beda dari tahun-tahun sebelumnya.
Ketika dikonfirmasi, tersangka IYA (36) yang merupakan pula inisiator susur sungai itu bersikeras cuaca sebelum berangkat biasa saja. Bahkan, ia merasa, sejak disiapkan pada 13.15 dan dimulai pada 13.30, cuaca masih belum hujan.
"Karena cuaca belum seperti pas kejadian, jadi pada saat itu jam 13.5 saya siapkan, jam 13.30 saya berangkatkan cuaca masih belum hujan," kata IYA.
Anehnya, melalui pengecekan dari atas jembatan, ia mengaku sudah meyakini air Sungai Sempor saat itu tidak deras. Cuma bermodal pengamatan mata itu, IYA kembali ke garis awal susur sungai.
IYA tidak pula memperhitungkan cuaca yang sudah mulai gelap dan hujan yang selama beberapa hari turun pada sore hari di sekitaran Kabupaten Sleman. Bahkan, cuma ada empat pembina amatir yang mendampingi 249 siswa ke sungai.
Disebut amatir lantaran empat pembina pramuka itu baru bergabung menjadi Dewan Pembina Pramuka SMPN 1 Turi sejak Januari 2020 lalu. Sedangkan, IYA, DDS dan R yang miliki modal Kursus Mahir Dasar (KMD) malah tidak turun ke sungai.
"Karena pemberangkatan itu cek air tidak masalah, kemudian ada teman saya yang sudah biasa mengurusi Sungai Sempor," ujar IYA.
Akibat kelalaian mereka, ratusan siswa dan siswi SMPN 1 Turi hanyut terbawa arus deras Sungai Sempor. Bahkan, 10 korban yang semuanya perempuan harus meregang nyawa, dan puluhan korban lain mengalami luka-luka.
Polisi menekankan penyelidikan kasus ini terus berlanjut dengan memeriksa saksi-saksi lain dan mendengarkan pendapat ahli-ahli. Karenanya, tidak menutup kemungkinan tersangka tragedi susur sungai ini akan bertambah.