Rabu 26 Feb 2020 06:05 WIB

Halal Corner: Sertifikasi Halal di Daerah Berjalan Lamban

Pendaftaran sertifikasi halal harus dirancang memberi kemudahan kepada pelaku usaha.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Fakhruddin
Halal Corner: sertifikasi halal di daerah berjalan lamban. Foto: Halal Corner
Foto: Republika/Agung Fatma Putra
Halal Corner: sertifikasi halal di daerah berjalan lamban. Foto: Halal Corner

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Founder dan CEO Halal Corner, Aisha Maharani menilai, proses sertifikasi halal yang telah dimulai sejak Oktober 2019 masih belum berjalan maksimal. Dia pun mengkritik proses pendaftaran sertifikasi halal melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang menurutnya sampai saat ini masih lamban, khususnya di daerah.

Menurut Aisha, pelaku usaha di daerah memang bisa mendaftar sertifikasi halal melalui Satgas BPJPH di Kanwil Kemenag di daerah provinsinya. Namun proses sertifikasi setelah mendaftar di daerah berjalan lebih lama jika dibandingkan dengan pendaftaran di BPJPH Pusat di Jakarta.

"Laporan yang saya dapatkan dari pelaku usaha itu, kalau (daftar) di pusat itu bisa cepat, tetapi kalau di di daerah itu sampai 4 bulan belum ada eksekusi. Jadi masih lama. Koordinasi antara BPJPH Pust dengan Kanwil Kemenag provinsi itu gimana," ucap dia kepada Republika.co.id, Selasa (25/2).

Aisha mengatakan, seharusnya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) fokus pada tahap pendaftaran terlebih dulu. Apalagi saat ini pendaftaran di BPJPH masih secara manual, belum online. Padahal kata dia, pendaftaran sertifikasi halal harus dirancang memberi kemudahan kepada pelaku usaha di daerah mana pun.

Bagi Halal Corner, proses sertifikasi halal sejauh ini berjalan tanpa fokus. Aisha pun mempertanyakan karyawan Satgas BPJPH di Kanwil Kemenag soal apakah sudah diberi pelatihan untuk memahami pelayanan sertifikasi halal. "Mereka paham atau tidak, dan apakah sudah di-training," ucapnya.

Menurut Aisha, diperlukan upaya yang signifikan agar proses sertifikasi halal ini berjalan mulus dan fokus. "(Sementara sekarang) belum selesai satu poin, sudah ada poin lain yang membutuhkan effort dan perubahan yang tidak sesederhana menuliskan pasal per pasal dalam UU maupun RUU," kata dia.

Kendati demikian, Aisha mengakui bahwa kesadaran masyarakat terkait sertifikasi halal ini tentu meningkat. "Tetapi kekhawatiran kami, dengan riak-riak dalam sistem baru (Undang-undang Jaminan Produk Halal) ini mengurangi kepercayaan produsen dan konsumen terhadap sertifikasi halal," tutur dia.

Saat disinggung soal apakah wabah virus corona memengaruhi cara pandang masyarakat dalam mengonsumsi makanan bersertifikat halal, Aisha mengatakan, Allah SWT membuat syariat tentang halal dan thoyyib karena sangat memahami kebutuhan manusia. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah SWT pada manusia.

"Apa-apa yang dilanggar oleh manusia tentu akan mendapat dampaknya, pun sebaliknya. Corona hanya sebuah hikmah dari pelanggaran perintah Allah. Bisa jadi nanti memperkuat keyakinan umat manusia terhadap kebaikan syariat Islam," ucap dia.

Lebih lanjut, Aisha mengungkapkan, sosialisasi dan edukasi halal ini harus terus dilakukan. Apalagi, kalangan pelaku industri halal selama ini telah terbiasa menggunakan regulasi lama, saat sertifikasi halal masih di bawah LPPOM Majelis Ulama Indonesia. Regulasi baru melalui UU JPH pun belum tersosialisasikan secara maksimal.dengan baik.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki menuturkan, sampai saat ini ada 1.158 pelaku usaha yang sudah terdaftar di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Pelaku usaha yang melakukan pendaftaran sertifikasi halal diklaim meningkat. "Saat ini kami sedang memeriksa dokumen lagi yang masuk sekitar 150 pelaku usaha. Selama 4 bulan ini ada peningkatan jumlah meski tidak drastis," kata dia.

Mastuki melanjutkan, peningkatan kunjungan dan pendaftaran terjadi pada Desember 2019 dan Januari 2020, yakni sekitar 120 persen. Peningkatan ini dipengaruhi pembentukan Satuan Tugas (Satgas) BPJPH di seluruh daerah provinsi di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama. "Kami sudah melakukan desentralisasi layanan. Sehingga pelaku usaha bisa langsung mengajukan sertifikat halal di Satgas BPJPH di Kanwil Kemenag seluruh Indonesia." ucap dia.

Untuk sementara ini, desentralisasi layanan sertifikasi halal baru dilakukan di tingkat pusat dan provinsi. Layanan tersebut juga akan ada di tingkat kabupaten/kota. Namun, pembentukannya direncanakan baru dimulai pada 2021. "Prinsipnya, pelayanan harus mendekati pelaku usaha. Apalagi usaha mikro dan kecil yang ada di daerah-daerah, kampung, desa, pasti dibutuhkan layanan yang cepat dan menjangkau," katanya.

Peningkatan kunjungan dan pendaftaran sertifikasi halal, terang Mastuki, juga karena adanya bantuan pembiayaan dari pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi UMK kepada banyak pelaku usaha. Daerah tersebut di antaranya Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Berdasarkan data BPJPH dari dokumen yang masuk, besaran persentase pemohon sertifikasi halal yaitu pelaku usaha kecil 29 persen, usaha menengah 17 persen, usaha mikro 20 persen, tanpa keterangan 17 persen, dan usaha besar 17 persen. Sebanyak 95 persen dari kalangan pelaku usaha makanan dan minuman.

"Selebihnya produk lain yang merupakan perpanjangan atau pembaharuan sertifikat dari sertifikat sebelumnya yang diajukan melalui LPPOM MUI," tutur dia.

Untuk diketahui, kebijakan wajib produk halal telah diberlakukan sejak Oktober 2019 lalu sebagaimana amanat dari UU Jaminan Produk Halal. Penerapan wajib produk halal dilaksanakan secara bertahap. Tahap pertama mendahulukan pendaftaran sertifikasi halal bagi pelaku usaha makanan dan minuman.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement