REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta pemerintah menjelaskan perbedaan masa jabatan hakim konstitusi yang dibatasi dua periode dan hakim agung yang tidak dibatasi hingga pensiun. Hal itu disampaikannya menanggapi keterangan pemerintah atas pengujian Undang-Undang tentang Mahkamah Agung.
"Pemegang kekuasaan kehakiman itu ada suatu Mahkamah Agung dan suatu Mahkamah Konstitusi. Harusnya pemerintah menjelaskan kenapa ada perbedaan soal masa jabaan antara Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi," kata Saldi Isra di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (25/2).
Pemerintah, menurut dia, harus menjelaskan logika di balik kebijakan hakim konstitusi dapat menjabat selama dua periode, masing-masing periode 5 tahun. Sementara hakim agung tidak dibatasi dan dapat menjabat hingga 70 tahun.
"Kira-kira politik hukum apa yang sedang dibangun pemerintah ketika mengonstruksikan rumusan seperti ini," tutur Saldi Isra.
Salah satu contoh, hakim agung di AS tidak dibatasi usia dalam menjabat selama berkelakuan baik. Namun, kekuasaan kehakiman di AS tidak terbagi dalam Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Selain perlakuan beda terhadap Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung itu, pemerintah diminta menjelaskan rancangan UU jabatan hakim yang pembahasannya masih maju mundur mencakup hal yang dipersoalkan pemohon atau tidak.
Kementerian Hukum dan HAM mewakili pemerintah memberikan keterangan masa jabatan hakim agung dibandingkan dengan presiden dan wakil presiden, bukan dengan hakim konstitusi. Sebab, pemohon mencontohkan masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Adapun pemohon Aristides Verissimo de Sousa Mota mempersoalkan UU Mahkamah Agung tidak membatasi periode jabatan hakim agung, yakni dapat hingga pensiun usia 70 tahun. Untuk itu, pemohon mengusulkan agar jabatan hakim agung 5 tahun dan dapat dipilih satu periode lagi, seperti jabatan presiden dan wakil presiden.