REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, sebagai seorang Menteri Keuangan, dirinya harus melaksanakan kebijakan countercyclical saat mengelola kebijakan fiskal. Jika tidak, atau justru melakukan procyclical, ia berarti menjadi seorang pemandu sorak (cheerleader).
Dalam mengelola ekonomi, Sri menyebutkan, kebijakan pemerintah tidak boleh mengencangkan ikat pinggang di saat ekonomi berada dalam tren pelemahan agar ekonomi Indonesia tidak semakin terdampak negatif. Sebaliknya, di saat ekonomi menunjukkan perbaikan, pemerintah siap memanfaatkan momentum dengan menarik pajak.
Sikap countercyclical ini yang dilakukan pemerintah sekarang di tengah tren pelemahan ekonomi global sebagai dampak penyebaran virus corona. "Kalau ekonomi lemah, saya tidak boleh ikut lemah. Kalau saya procyclical, saya tidak jadi menteri keuangan, tapi cheerleader," ucapnya dalam acara Economic Outlook 2020 di Jakarta, Rabu (26/2).
Sikap ‘melonggarkan ikat pinggang’ yang dimaksud Sri adalah memberikan stimulus ekonomi ke dunia usaha maupun masyarakat. Dalam paket stimulus yang resmi ditentukan dalam Sidang Kabinet, Selasa (25/2), pemerintah memberikan berbagai insentif ke aktivitas pariwisata hingga sektor perumahan.
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined index: ekonomi
Filename: helpers/all_helper.php
Line Number: 4248
Salah satu stimulus yang disebutkan Sri adalah penghapusan pajak hotel dan restoran selama enam bulan di 33 kabupaten/kota. Daerah ini tersebar di 10 destinasi pariwisata yang dinilai terdampak pascapelarangan kunjungan wisatawan Cina ke Indonesia.
Tapi, Sri memastikan, pemerintah daerah tidak akan menanggung risiko. Sebab, pemerintah pusat akan mengompensasi pajak hotel dan restoran yang seharusnya didapatkan pemerintah daerah. Anggaran yang dikeluarkan oleh Kemenkeu adalah Rp 3,3 triliun.
Selain itu, pemerintah mengeluarkan lebih dari Rp 290 miliar untuk paket insentif kepada agen perjalanan, maskapai penerbangan dan mereka yang berupaya menarik wisatawan mancanegara selain China untuk datang ke Indonesia.
Dari sisi konsumsi masyarakat, Sri mengatakan, pemerintah melakukan stimulus dengan menambah nominal kartu sembako. Dari yang semula Rp 150 ribu per kartu penerima menjadi Rp 200 ribu per kartu penerima. Kartu ini diberikan kepada 15,2 juta peneriman, sehingga membutuhkan anggaran sekitar Rp 4,56 triliun.
Rangkaian kebijakan itu diambil pemerintah di tengah tren perlemahan penerimaan pajak. Sri menyebutkan, pemerintah siap untuk menghadapi efek berikutnya, yakni defisit keuangan negara melebar. "Kita memang harus menyiapkan diri untuk meningkatkan defisit," katanya.
Sri berharap, stimulus-stimulus ini mampu berimbas pada penguatan ekonomi domestik. Efek berikutnya, mendorong pertumbuhan industri yang nantinya bisa meningkatkan potensi pendapatan negara melalui penerimaan pajak.
Tapi, Sri menekankan, pemerintah akan melakukan countercyclical terhadap siklus ekonomi secara hati-hati, prudent dan kredibel. Upaya ini dilakukan dengan tetap merespon ekonomi global yang terus mengalami dinamika.