Rabu 26 Feb 2020 17:35 WIB

Polda DIY Jawab Polemik Penggundulan Tersangka Susur Sungai

Polda DIY merespons polemik penggudulan tersangka susur Sungai Sempor.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Bayu Hermawan
Kabid Humas  Polda DIY, Kombes Pol Yulianto (kanan)
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Yulianto (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Polda DI Yogyakarta menjawab protes dari Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terkait perlakukan terhadap tiga tersangka tragedi susur Sungai Sempor yang mengakibatkan 10 siswa-siswi SMPN 1 Turi, Sleman, meninggal dunia. PGRI menilai para tersangka yang terdiri dari guru-guru dan pembina pramuka SMPN 1 Turi tak seharunya digiring dan digunduli seperti pelaku kriminal.

Kabid Humas Polda DIY, Kombes Yulianto mengatakan, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) para Rabu (26/2) pagi sudah melakukan pemeriksaan terhadap personel Polres Sleman, terkait perlakuan terhadap tiga tersangka insiden susur sungai Sempol. Menurut Yulianto, pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang mungkin dilakukan anggota.

Baca Juga

"Jika nanti terbukti ada pelanggaran, maka akan dilakukan tindakan kepada petugas yang menyalahi aturan," kata Yulianto kepada wartawan, Rabu (26/2).

Polemik sendiri berawal dari rilis tersangka susur sungai SMPN 1 Turi yang dilakukan Polres Sleman pada Selasa (25/2) di Mapolres Sleman. Saat itu, ketiga tersangka tampak dihadirkan berbaju tahanan dan berkepala pelontos.

Ketiga tersanga terdiri dari IYA (36), DDS (58) dan R (58). Mereka merupakan tiga dari tujuh pembina pramuka yang menginisiasi susur sungai yang telah mengakibatkan hanyutnya 249 siswa di Sungai Sempor pada Jumat (21/2) lalu.

Sebelumnya, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai perlakuan polisi kepada tersangka guru peristiwa susur sungai melukai rasa kemanusiaan guru sebagai profesi. Ketua Umum Pengurus Besar (PB) PGRI, Unifah Rosyidi mengatakan perlakuan membotaki dan menggiring para tersangka guru seperti residivis sangat melukai hati nurani guru.

Padahal, sejauh ini para guru tersebut tidak terbukti sengaja membunuh dengan sengaja para siswanya. "Tiada sedikitpun niat mencelakakan anak-anak yang telah menjadi anaknya di sekolah," kata Unifah, dalam keterangannya, Selasa (26/2).

Menurut dia, meskipun tidak sengaja, kesalahan tetaplah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan dengan segala konsekuensi hukumnya. Namun, semestinya oknum kepolisian sebagai representasi masyarakat di bidang hukum bertindak profesional dan proporsional.

Di sisi lain, lanjut dia, PGRI sangat memahami kemarahan masyarakat dan juga kemarahan orang tua. "Anak-anak tercinta telah pergi. Kedukaan mendalam dan permohonan maaf apa pun tidak lah cukup mengobati rasa sakit mereka yang ditinggalkan anak-anak tercinta. Karena itu sekali lagi kelapangan hati orang tua kami mohonkan," kata Unifah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement