REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Kepala Bidang (Kabid) Kearsipan dan Perpustakaan, Dinas Arsip dan Perpustakaan Pemkab Bandung Barat, Tatang Sudrajat terbukti telah menerima uang sebesar Rp 25 juta dari pelamar tenaga kontrak bernama Bayu. Ia didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaan.
Hal tersebut terungkap saat jaksa Kejati Jabar, Erry Ernawati membacakan dakwaan pada sidang perkara kasus korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Rabu (26/2). Menurutnya, Tatang dengan terdakwa lainnya, Iwan Bakti memaksa agar seseorang memberikan uang.
"Terdakwa menerima uang Rp 25 juta dari pelamar tenaga kontrak di Kabupaten Bandung Barat," ujarnya, Rabu (26/2).
Pada 10 Desember 2019, ia mengungkapkan Bayu ditemani rekannya, Roni berencana melamar pekerjaan ke Pemkab Bandung Barat sebagai tenaga kontrak. Ditengah perjalanan, keduanya bertemu dengan Iwan Bekti yang mengaku saudara Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Pemkab Bandung Barat. Erry mengatakan pelaku menjanjikan bisa meloloskan lamaran yang diajukan.
Selanjutnya, ditemani Iwan Bekti, Bayu berangkat ke rumah terdakwa Tatang Sudrajat untuk menyerahkan dokumen lamaran. Saat itu, katanya Bayu diminta sejumlah uang agar lamarannya bisa lolos dan diterima.
"Bayu diminta sediakan uang Rp 25 juta. Awalnya, tidak menyanggupi dan minta dikurangi namun akhirnya disanggupi," katanya.
Usai pertemuan tersebut, menurutnya Bayu akan menyerahkan uang pada 11 Desember ke kantor Tatang. "Bayu menyerahkan Rp 10 juta sebagai uang muka. Sekitar Rp 3 juta oleh terdakwa diserahkan ke Bekti dan sisanya ke terdakwa," katanya.
Sisanya sekitar Rp 15 juta, menurutnya diberikan pada 12 Desember 2019 dengan rincian Rp 2.2 juta untuk Bekti dan sisanya Rp 12.8 juta untuknya. Erry mengatakan perbuatan terdakwa melawan hukum sebab perekrutan tenaga kerja kontrak dilakukan berdasarkan kebutuhan program masing-masing dinas terkait. Selain itu, selama proses perekrutan tidak dimintai pungutan.
Menurutnya, terdakwa dikenakan pasal 12 huruf e atau pasal 11 atau pasal 5 ayat (2) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman dalam pasal 12 huruf e yaitu paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Dengan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.