REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Perumnas mengatakan salah satu tantangan pengembangan KPR untuk kelas menengah kebawah adalah BI Cheking. Padahal, mayoritas nasabah Perum Perumnas saat ini adalah kaum mileneal.
Direktur Pemasaran Perum Perumnas Anna Kunti Pratiwi menjelaskan 46 persen dari total nasabah Perum Perumnas yang mengajukan KPR pada 2019 ditolak karena permasalahan BI Cheking. Dari 46 persen tersebut, 70 persennya adalah mileneal.
Penolakan KPR ini mayoritas disebabkan oleh tumpukan cicilan yang dimiliki. Karena beban tersebut, bank enggan meloloskan permohonan KPR mereka.
Dalam memberikan kredit, menurut dia, perbankan memiliki credit scoring. Ketika penghasilan terbatas sementara cicilan banyak, perbankan menolak karena khawatir milenial tak sanggup mencicil.
"Misalnya kadang kita punya tagihan kartu kredit yang belum lunas aja bisa masuk ke dalam catatan di BI, kemudian untuk cicilan dari barang konsumtif lainnya juga pasti tercatat di data perbankannya. Misal seperti punya cicilan motor dan barang konsumtif lainnya," ujar Anna di Kementerian BUMN, Rabu (26/2).
Selain penilaian mengenai kepemilikan kredit di kebutuhan lain, Anna menilai jenis pekerjaan milenial yang belum tetap juga menjadi alasan penolakan pihak bank. Terutama, para pekerja yang belum memiliki status tetap akan sulit untuk mendapatkan rumah subsidi.
“Pengaruh ya, terutama untuk yang subsidi pemerintah. Untuk itu kami coba kalau yang kerja sama perbankan baik yang swasta maupun pemerintah. Kami coba akan berikan perumahan untuk karyawan. Karena kalau dia karyawan itu ada surat keterangan berupa pegawai kan dari itu, kemudian sistemnya adalah potong gaji,” kata dia.