REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Profesor Mudzakir mengatakan, dalam hukum acara pidana tak ada kaidah hukum yang mengatur tersangka harus digunduli. Pada prinsipnya, tersangka dengan latar belakang apapun seharusnya diperlakukan manusiawi.
"Sehingga tindakan penggundulan itu sesuai dengan prinsip penghargaan haknya kepada tersangka, sebaiknya harus minta izin tersangka artinya kalau rambutnya panjang kan digunduli kalau orang punya rambut pendek kan nggak perlu digunduli," ujar Mudzakir saat dihubungi Republika, Rabu (26/2).
Ia mengatakan, penghargaan hak diberikan kepada seluruh tersangka sesuai Pancasila yang menyebut Kemanusiaan Adil dan Beradab. Setiap polisi semestinya tidak memberikan perlakuan merendahkan martabat.
Pernyataan itu disampaikan Mudzakir menanggapi perihal beredar foto yang menampilkan tiga tersangka susur sungai SMPN 1 Turi digunduli ketika gelar perkara di Mapolres Sleman. Mudzakir sendiri pun tak tahu praktik penggundulan tersangka dilakukan sejak kapan.
"Jadi sebetulnya nggak ada pedoman ya sejak kapan itu nggak ada. Umumnya kalau rambutnya itu mengganggu dan sebagainya itu kemudian dicukur supaya rapi tapi karena ini cukurnya ada proses, kalau gundul kan lebih cepat. Jadi yang seharusnya itu tadi, harus dihargai hak orang karena rambut adalah mahkota bagi yang bersangkutan," jelas dia.
Namun, lanjut dia, penggundulan tersangka itu tak ada pula hubungannya dengan proses penyidikan. Penggunaan rompi atau baju tahanan pun ditujukan sebagai tanda bahwa dia adalah pelaku tindak pidana dan memudahkan untuk mengenali karena berbeda dengan pihak lain.
"Misalnya sidang pengadilan dia lari, itu dia ada bagian oh itu pakai baju itu adalah tahanan. Jadi hanya tanda saja tapi tidak ada maksud untuk merendahkan martabat yang bersangkutan," kata dia.