Kamis 27 Feb 2020 07:01 WIB

Ombudsman Dukung MA Soal Larangan Merekam Persidangan

Jika dipotret kemudian disebarkan maka akan menimbulkan distorsi soal persidangan.

Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mendukung aturan Mahkamah Agung (MA) terkait larangan pengambilan foto, perekaman suara, dan perekaman video sidang tanpa seizin ketua pengadilan negeri setempat. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Nomor 2 tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan.

Aturan itu diterbitkan Mahkamah Agung melalui Ditjen Badan Peradilan Umum. "Kalau itu berlangsung di dalam ruang pengadilan, saya kira benar sekali," ujar anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala di Jakarta, Rabu (26/2).

Baca Juga

Adrianus memahami ruang persidangan merupakan tempat bagi masyarakat untuk menyaksikan proses penegakan keadilan. Namun, kata dia, hal itu tidak serta merta membuat masyarakat menjadi bebas memotret atau pun merekam jalannya persidangan.

"Tapi juga di pihak lain kalau itu kemudian langsung dipotret, langsung disebarkan tanpa mengerti konteks persidangan yang sedang berlangsung, dikhawatirkan akan menimbulkan distorsi dalam rangka apa yang sedang terjadi di pengadilan," ujar Adrianus.

Sebelumnya, Mahkamah Agung menyebut larangan memfoto dan merekam persidangan di pengadilan negeri tanpa seizin ketua pengadilan negeri bertujuan. Larangan itu untuk menjaga ketertiban selama sidang berlangsung.

"Kami memaknai untuk menjaga ketertiban. Memang kami belum ada suatu ketentuan umum, tetapi itu maksudnya ketua majelis dalam rangka menjaga kelancaran persidangan saja," ujar Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro usai laporan Mahkamah Agung di Jakarta, Rabu.

Terkait aturan itu, menurut dia, mungkin menghalangi kerja jurnalistik, tetapi tidak semua persidangan dinyatakan tertutup untuk umum.

Secara terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah menuturkan larangan memfoto dan merekam sidang tanpa persetujuan ketua pengadilan negeri karena sidang merupakan prosesi sakral, bukan untuk tontonan. Untuk itu, ia mengingatkan pewarta yang ingin memfoto dan merekam untuk melapor dan meminta izin terlebih dulu.

Selain itu, selama persidangan harus menjaga ketertiban. "Sidang itu sakral, tidak boleh mengganggu jalannya persidangan," kata Abdullah.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement