REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengingatkan pembentuk undang-undang untuk tidak sering kali mengganti model pemilu serentak. Hal itu agar terbangun kepastian dan kemapanan pelaksanaan pemilu.
"Jangan acap kali mengubah model pemilihan langsung yang diselenggarakan secara serentak," ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (26/2).
Ia pun menuturkan meski pembuat undang-undang yang berwenang memilih model pemilu serentak, model yang dipilih harus memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan untuk pemilih dalam menunaikan hak memilih. MK juga mengingatkan pemerintah dan DPR menyusun pilihan model lebih awal agar tersedia waktu untuk melakukan simulasi sebelum perubahan model pemilu serentak dilakukan.
Untuk mewujudkan pemilu serentak berkualitas, dia mengatakan, pembentuk undang-undang perlu memperhitungkan dengan cermat implikasi teknis pemilihan model pemilu serentak. Selanjutnya, penyusunan undang-undang model pemilu serentak harus melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan atas penyelenggaraan pemilu serentak.
Mahkamah Konstitusi membuka sejumlah pilihan model keserentakan pemilu yang konstitusional sepanjang pemilihan presiden-wakil presiden dilakukan serentak dengan pemilihan DPR dan DPD. Putusan tersebut sekaligus menolak permohonan pengujian UU Pemilu dan UU Pilkada yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Dalam permohonannya, Perludem mendalilkan penyelenggaraan pemilu serentak yang konstitusional adalah penyelenggaraan pemilu serentak yang dipisahkan antara pemilu nasional dengan pemilu lokal.