Kamis 27 Feb 2020 11:30 WIB

Mengapa Aksi Perusakan Masjid Seakan Kebal Hukum di India?

Kasus demi kasus perusakan masjid di India tak ada akhir yang jelas.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nashih Nashrullah
Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.
Foto: Rajat Gupta/EPA EFE
Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI – Sebuah masjid di ibukota India, wilayah timur laut Delhi, menjadi target terakhir gerombolan anarkis. Massa yang meneriakkan “Jai Shri Ram” (Hail Lord Rama) membakar sebuah masjid di wilayah Ashok Nagar.

Sebelum membakar masjid, mereka memanjat menara masjid dan mengeluarkan pengeras suara. Selain itu, mereka mengibarkan bendera safron, yang digunakan umat Hindu di kuil-kuil.

Para pengamat mengatakan menyerang sebuah masjid di ibukota pasti mengejutkan banyak orang. Tetapi menyerang tempat-tempat keagamaan selama bentrokan komunal terjadi adalah sebuah norma. Sebab, kasus-kasus terhadap penyerang sulit diusut hingga peradilan.

Salah satu contoh kasus terjadi pada 6 Desember 1992. Ribuan aktivis dan pemimpin Hindu ekstremis bersekutu dengan Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, menjadi dalang dibalik pembongkaran masjid yang bersejarah pada abad ke-16, Masjid Babri, di kota Ayodhya, Provinsi Uttar Pradesh.

Polisi menemukan 68 orang bertanggung jawab atas pembongkaran itu. Termasuk di antaranya beberapa pemimpin terkemuka BJP dan pakaian Hindu Vishwa Hindu Parishad atau VHP.  Namun hingga saat ini, kasus masih berlanjut di berbagai pengadilan.

photo
Massa pendukung UU Kewarganegaraan baru India melemparkan bom molotov ke arah bangunan masjid di New Delhi, India, Senin (24/2).

Dalam kasus pembongkaran Masjid Babri, 49 tersangka tewas. Mereka yang menghadapi persidangan selama tiga dekade terakhir termasuk mantan Wakil Perdana Menteri Lal Kishan Advani, mantan Ketua Uttar Pradesh Kalyan Singh, beberapa mantan menteri, dan beberapa anggota parlemen. Setelah 27 tahun investigasi, persidangan belum berakhir dan tidak ada yang dihukum.

Dilansir di Anadolu Agency pengamat politik di India percaya jika keadilan diberikan dalam kasus Masjid Babri, maka tidak ada tempat ibadah lain yang akan diserang atau dinodai.  Mereka menyebut hingga kini tidak ada pencegahan hukum terhadap penyerang.

Mahkamah Agung India pada 9 November 2019, memutuskan kepemilikan tanah situs Masjid Babri diserahkan kepada umat Hindu untuk pembangunan sebuah kuil Ram Hindu. Namun, pengadilan menggambarkan pembongkaran masjid sebagai tindakan kriminal.

“Keadilan belum dilakukan dalam kasus pembongkaran Babri sejauh ini. Saya percaya hal ini mendorong orang-orang yang anti-sosial dan anti-nasional untuk melakukan tindakan serupa. Mereka tahu bahwa tidak ada yang akan terjadi bahkan jika mereka menyerang tempat keagamaan milik umat Islam," ujar Pengacara Mahkamah Agung, Ehtesham Hashmi dikutip di Anadolu Agency, Kamis (27/2).

Hasmi melanjutkan, mereka bahkan percaya jika mereka dapat menjadi pemimpin dan dapat memperoleh dukungan dari komunitas Hindu untuk tindakan mereka. Pemerintah pun tidak akan mengambil tindakan untuk aksi mereka.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement