REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skema asuransi syariah dinilai lebih aman dari asuransi konvensional. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) menyampaikan dana milik nasabah atau yang biasa disebut dana tabarru ditempatkan terpisah dari dana perusahaan.
"Sehingga kalau misal di perusahaan ada fraud itu tidak akan mengganggu dana nasabah," katanya, Rabu (26/2).
Dana tabarru adalah kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para Peserta. Mekanisme penggunaannya sangat diatur oleh fatwa dan sesuai dengan akad tabarru yang disepakati.
Dana tabarru hanya boleh keluar untuk beberapa hal saja. Seperti untuk klaim manfaat, refund, surplus underwriting. Jika diluar itu, maka dana tabarru tidak akan cair. Pemisahan wadah ini membuat dana peserta sangat terjaga.
Selain itu, investasi di asuransi syariah pun sangat diatur. Investasi harus dibenamkan di saham-saham syariah, atau instrumen lain yang memenuhi ketentuan. Saham syariah ditentukan secara selektif. Misal perusahaan tersebut tidak boleh memiliki hutang non-syariah lebih dari 40 persen.
"Sehingga katakanlah tidak ada itu investasi di saham-saham gorengan," katanya.
Pengawasan terhadap asuransi syariah pun sangat berlapis. Tidak hanya dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tapi juga Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI yang dilakukan secara berkala. Lebih banyak pihak yang mengawasi maka safety net lebih terjaga.
Dana tabarru yang merupakan dana tolong menolong ini pun punya laporan terpisah. Sehingga penggunaan tidak wajar akan mudah terlihat. Erwin mengakui memang karena ini imbal hasil atau manfaat yang diterima bisa lebih rendah dari konvensional.
"Memang imbal hasil tidak sebagus konvensional, tapi dari sisi pengelolaan lebih aman dan berkelanjutan," katanya.