Kamis 27 Feb 2020 14:19 WIB

Teknis Merekam Persidangan Diserahkan ke Setiap Pengadilan

MA menjelaskan, tata tertib itu mengatur waktu merekam persidangan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Ketua Bidang Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Bidang Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses perizinan untuk pengambilan foto, rekaman suara, rekaman televisi, di persidangan masih dalam proses penyosialisasian. Masing-masing Pengadilan Negeri (PN) akan menindaklanjuti hal tersebut.

"Masalah itu kan masih dalam sosialisasi. Tanggal 7 (Februari) baru ditandatangani dan dipublish. Nanti masing-masing pengadilan akan menindaklanjuti, gimana nih caranya," jelas Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah, melalui sambungan telepon, Kamis (27/2).

Baca Juga

Ia menjelaskan, aturan tersebut bukan berarti pelarangan bagi pers untuk meliput. Aturan itu hanya berupa tata tertib agar sidang yang sakral dapat berjalan dengan baik. Menurut dia, seluruh pihak yang berperkara, termasuk para hakim, harus berkonsentrasi penuh selama persidangan.

"Ditata agar tertib kapan boleh diambil kapan tidak, mana yang boleh mana yang tidak. Masalahnya kan sidang itu sakral. Hakim konsentrasi, penggugat konsetrasi, tergugat konsentrasi," kata dia.

Sebelumnya, MA menerapkan larangan memfoto dan merekam persidangan di pengadilan negeri tanpa seizin ketua pengadilan negeri. MA menyatakan kebijakan itu bertujuan untuk menjaga ketertiban selama sidang berlangsung.

"Kami memaknai untuk menjaga ketertiban. Memang kami belum ada suatu ketentuan umum, tetapi itu maksudnya ketua majelis dalam rangka menjaga kelancaran persidangan saja," ujar Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro usai laporan Mahkamah Agung di Jakarta, Rabu(26/2).

Terkait aturan itu, menurut dia, mungkin menghalangi kerja jurnalistik, tetapi tidak semua persidangan dinyatakan tertutup untuk umum. Secara terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah menuturkan larangan memfoto dan merekam sidang tanpa persetujuan ketua pengadilan negeri karena sidang merupakan prosesi sakral, bukan untuk tontonan.

Mahkamah Agung melalui Ditjen Badan Peradilan Umum menerbitkan Surat Edaran Nomor 2 tahun 2020 tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan. Surat edaran itu di antaranya melarang pengambilan foto, perekaman suara, dan perekaman video sidang tanpa seizin ketua PN setempat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement