Kamis 27 Feb 2020 17:38 WIB

PBNU Soal Bentrok Muslim-Hindu di India: Kita Protes Keras

PBNU meminta pemerintah untuk aktif ikut menyelesaikan konflik India.

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.
Foto: Rajat Gupta/EPA EFE
Warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof KH Said Aqil Siraj mengatakan, jika bentrokan yang terjadi di India dilatarbelakangi masalah agama, PBNU memprotes keras. 

Namun, jika konflik itu dilatarbelakangi masalah politik dalam negeri India, PBNU tidak bisa ikut campur. "Kalau itu masalah agama kita protes keras, tapi kalau masalah politik kita tidak ikut campur. Seperti Uighur, itu politik itu," ujar Kiai Said di kantor PBNU, Jalan Kramqt Raya, Jakarta Pusat, Kamis (27/2). 

Baca Juga

Kendati demikian, menurut dia, Pemerintah Indonesia harus tetap berperan untuk menyelesaikan konflik di India. Karena, konflik tersebut mau tidak mau juga melibatkan umat Islam di sana. 

"Harus berperan dalam memediasilah ketika terjadi konflik antarumat Islam dan pemerintah setempat. Dan Pak Jokowi sudah berperan banyak, di Myanmar terutama. Kalau kami (PBNU) di Afghanistan, Patani," ujar Kiai Said.  

Sementara itu, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini menambahkan, bentrokan di Indonesia dipicu protes atas penetapan undang-undang kewarganegaraan yang terjadi di India. Hingga kini bentrokan itu sudah memakan korban hingga 20 orang tewas dan 189 luka-luka. 

Setelah mencermati bentrokan itu, Helmy pun menegaskan bahwa PBNU mengecam segala bentuk dan tindak kekerasan, termasuk di dalamnya perilaku menyerang pihak-pihak yang dianggap berbeda.   

"Perilaku kekerasan bukanlah bukan merupakan ciri Islam yang rahmatan lil alamin," kata Helmy dalam keterangan tertulisnya.  

Helmy menjelaskan, perdamaian, kebebasan, dan juga toleransi adalah prinsip utama dalam menjalankan kehidupan di samping prinsip maqaasid syariah yang terdiri dari hifdhud din wal aql (menjaga agama dan akal), hifdhul nafs (menjaga jiwa), hifdhun nasl (menjaga keluarga), dan hifdhul mal (menjaga harta) dan hifdhul irdh (menjaga martabat). 

"Kelima prinsip tersebut merupakan prinsip utama yang harus ditegakkan di manapun bumi dipijak," kata Helmy. 

Korban tewas akibat bentrokan yang menentang Undang-Undang Kewarganegaraan (CAA) di New Delhi itu sudah mencapai 20 orang. Aksi protes tersebut berubah menjadi kekerasan antaragama, di mana sejumlah umat Islam melarikan diri dari rumah-rumah mereka dan beberapa masjid di ibu kota hancur setelah diserang oleh kelompok Hindu.

Bentrokan antardua kelompok agama yang terjadi sejak Ahad lalu belum mereda hingga Rabu (26/2). Beberapa rumah umat Muslim yang ditinggalkan menjadi sasaran penjarahan.

Lebih dari 200 orang dirawat di rumah sakit karena cedera. Mereka rata-rata mengalami luka tembak hingga luka bakar akibat cairan asam, luka karena pemukulan, dan luka karena pelemparan batu.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement