REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Amri Amrullah, Dessy Suciati Saputri
"Ibu kota yang hijau, tidak banjir, dan tidak macet karena dimulai dengan tata ruang yang baik. Green city, smart city, compact city. Banyak pedestrian, orang berjalan kaki, banyak orang bersepeda."
Kalimat itu dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutan Digital Economy Summit, Kamis (27/2). Jokowi kembali menjamin bahwa ibu kota baru di Kalimantan Timur nanti terbebas dari banjir dan macet.
Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat mempromosikan pembangunan ibu kota baru di hadapan pelaku industri digital dan ekonomi kreatif. Dalam kesempatan itu, Jokowi juga mengajak para pelaku industri digital untuk ikut terlibat dalam pembangunan ibu kota baru.
Menurut dia, pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur tak sekadar memindahkan gedung-gedung pemerintahan, tapi juga membangun kembali pola kerja masyarakat yang serbacepat dan efisien. Salah satu penunjangnya, ujar Presiden, adalah pengembangan teknologi digital.
"Kita ingin membangun sebuah basis ekonomi baru yang berbasis iptek dan inovasi, termasuk pindah dari analog ke sepenuhnya digital. Program ini adalah program besar yang akan mendorong lompatan kemajuan Indonesia, lompatan dari mayoritas analog ke sepenuhnya digital.
Pernyataan soal ibu kota baru yang bebas banjir ini bukan pertama kalinya dilontarkan Jokowi. Akhir Januari lalu di Istana Negara, Presiden juga sempat menyampaikan bahwa ibu kota negara nanti bebas banjir dan macet.
Entah kebetulan atau memang sengaja bermaksud menyindir, promosi Jokowi akan ibu kota baru yang bebas banjir dan macet selalu dilontarkan seusai Jakarta dilanda bencana banjir. Setelah banjir besar awal 2020 pada Januari lalu, pekan ini sejumlah wilayah di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dan sekitarnya kembali terendam banjir.
Pada hari ini, Badan Nasional Penggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan semua banjir dan genangan di Jakarta mulai surut. Untuk wilayah Jakarta, BNPB mencatat setidaknya tiga orang meninggal akibat banjir di Jakarta awal pekan lalu.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Bencana BNPB Agus Wibowo menyebut, total korban jiwa akibat bencana banjir pekan ini mencapai sembilan orang, di mana tiga di antaranya berasal dari Jakarta. "Korban meninggal di Jakarta bernama Sultan (15 tahun), Asnati (67 tahun), dan Agus Wijayanto (15 tahun)," ujarnya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menilai, banjir yang terjadi di sejumlah kawasan di Jakarta diakibatkan kapasitas drainase yang tak mampu menampung tingginya volume air dan curah hujan. Basuki menyebut, banjir Jakarta adalah tanggung jawab bersama.
“Kesimpulannya memang drainasenya yang bikin (banjir) kapasitas drainasenya yang lebih kecil dari volume air dan kapasitas hujannya,” kata dia di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (25/2).
Untuk jangka pendek penanganan banjir, Kementerian PUPR telah menyiapkan pompa mobile. Kementerian PUPR juga menyiapkan pompa air di Sentiong dan Ancol.
Menurut Basuki, pembangunan rumah pompa air dengan anggaran sekitar Rp400 miliar-Rp 500 miliar itu akan rampung pada tahun depan. Sedangkan untuk mengatasi banjir di Kemayoran, Kementerian PUPR telah melihat kembali sistem drainasenya dan telah memperbesar kapasitas embung yang ada.
[video] Penampakan RSCM Saat Terendam Banjir
Peluang tata ulang
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Jimly Asshiddiqie mengatakan, rencana pemerintah pusat memindahkan ibu kota ke Penajam, Kalimantan Timur, merupakan kesempatan dan peluang bagi Jakarta untuk berbenah. Sebab, bagaimanapun Jakarta akan menjadi daya tarik bagi pebisnis dan pelancong.
"Karena itu, walaupun Jakarta tidak lagi jadi ibu kota, tidak otomatis kekhususan Jakarta hilang ketika ibu kota berpindah," kata Jimly kepada wartawan, Selasa (25/2).
Jimly mengingatkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus mulai melakukan pembenahan secara besar-besaran untuk Jakarta. Karena, dalam beberapa tahun ke depan, akan banyak bangunan pemerintahan pusat di Jakarta yang akan kosong karena proses pemindahan perkantoran ke ibu kota baru.
"Karena itu, perlu ada ketentuan transisi, peralihan ibu kota, untuk mengantisipasi dan menjadi pintu keluar agar bisa dilakukan secara bertahap," kata Jimly.
Calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta dari Partai Gerindra Ahmad Riza Patria setuju perlunya penataan ulang Jakarta setelah kota ini tidak lagi menjadi ibu kota. Menurut dia, selama ini, banyak yang hanya berpikiran permasalahan yang ada di Jakarta dianggap selesai kalau ibu kota dipindah.
"Jakarta sekarang sudah menjadi miniatur indonesia. Hampir pasti semua warga Jakarta yang harusnya pindah ke ibu kota baru, tapi enggan pindah dan masih mau di Jakarta. Jadi, sebenarnya Jakarta tidak ada perubahan yang signifikan ketika ibu kota baru sudah siap," kata cawagub yang akrab disapa Ariza ini.
Sementara, cawagub DKI Jakarta dari PKS, Nurmansjah Lubis, menilai, selain tata ulang kota, Jakarta juga perlu di-branding ulang. Salah satu caranya, kata dia, dengan mewujudkan yang disebut Greater Jakarta. Di mana Jakarta sebagai mantan ibu kota dilakukan penataan secara besar besaran dan melibatkan kawasan sekitarnya, yakni Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi menjadi Greater Jakarta.
"Mindset rebranding Jakarta perlu dilakukan pasca-2024 atau pascaibu kota dipindah secara keseluruhan. Perbaikan infrastruktur, jasa, dan pariwisata. Mau gak mau harus membuat proposal Jakarta greater," tutur cawagub yang akrab disapa Bang Ancah ini.
In Picture: Wahana Bermain Waterboom Banjir Jakarta
Sejumlah anak bermain degan melompat untuk berenang ke dalam kali Item di jalan Sunter Kamayoran Jakarta, Selasa (25/2).