Jumat 28 Feb 2020 07:55 WIB

AS Ingin Percepat Produksi Masker untuk Hadapi Virus Corona

AS memperingatkan warga bersiap menghadapi penyebaran virus corona.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Seorang wanita membeli masker di sebuah toko, ilustrasi
Foto: Jerome Favre/EPA-EFE
Seorang wanita membeli masker di sebuah toko, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Amerika Serikat (AS) mempertimbangkan Undang-Undang Produksi Pertahanan yang akan mempercepat pembuatan masker dan pakaian pelindung dalam negeri untuk memerangi virus corona di AS.

Laporan dari dua pejabat AS kepada Reuters menyatakan, upaya tersebut dilakukan setelah pejabat kesehatan memperingatkan warga untuk mulai mempersiapkan penyebaran virus corona. Sedangkan, pemerintah Presiden Donald Trump telah mendapatkan kritik bahwa peringatan dan persiapan yang dilakukan telah terlambat.

Baca Juga

Seorang pejabat Gedung Putih mengonfirmasi bahwa pemerintah sedang mengeksplorasi penggunaan hukum untuk memacu pembuatan alat pelindung. "Katakanlah 'Perusahaan A' membuat banyak masker pernapasan tetapi mereka menghabiskan 80 persen dari jalur perakitan mereka pada masker yang dikenakan pelukis dan hanya 20 persen untuk N95," kata pejabat Gedung Putih.

Dengan pembaruan peraturan, menurut pejabat tersebut, pemerintah memiliki kemampuan untuk memberitahu perusahaan untuk mengubah jalur produksi. Perusahaan akan membalik produksi dengan 80 persen untuk N95 dan 20 persen untuk yang lainnya.

Undang-undang yang diajukan akan memberi presiden wewenang untuk memperluas produksi bahan atau produk utama industri untuk keamanan nasional dan alasan lainnya. Artinya, Trump dapat mendesak produsen masker wajah terbesar di AS, termasuk 3M Corp dan Honeywell International Inc.

Hukum tersebut awalnya disahkan oleh Kongres pada 1950 pada awal Perang Korea. Perluasan kewenangan diminta agar bisa memerangi dengan cepat penyebaran virus yang pertama kali muncul di China itu.

Sekretaris Layanan Kesehatan dan Kemanusiaan (HHS) Alex Azar mengatakan kepada anggota parlemen pekan ini bahwa AS membutuhkan persediaan sekitar 300 juta masker wajah N95 bagi pekerja medis untuk memerangi penyebaran virus. Sedangkan, saat ini AS hanya memiliki sebagian kecil dari jumlah itu yang tersedia untuk segera digunakan.

Selama panggilan antarlembaga pada Rabu (26/2), pejabat dari HHS dan DHS membahas kemungkinan memohon Undang-Undang Produksi Pertahanan. Permintaan itu dilakukan untuk pembuatan peralatan pelindung pribadi yang dapat dipakai untuk mencegah infeksi.

Peralatan seperti itu bisa meliputi masker, sarung tangan, dan setelan tubuh. Azar mengatakan, China mengatur banyak bahan baku serta kapasitas produksi terkait dengan masker wajah. AS hanya memproduksi sangat sedikit dan ketika bergantung pada produksi saat ini, maka akan sulit memasok kebutuhan yang ada.

Azar mengatakan, AS memiliki persediaan sekitar 12 juta masker N95 yang sejalan dengan sertifikasi dari Institut Nasional AS untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH). HHS juga memiliki 5 juta N95 yang tidak lagi bersertifikat NIOSH, mungkin karena telah melewati tanggal kedaluwarsa.

Selain masker itu, pemerintah AS memiliki stok 30 juta masker bedah jenis kasa. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, jenis tersebut kurang efektif dalam menahan penularan virus. Dengan kondisi itu, Azar mengatakan, pemerintah membutuhkan persediaan sekitar 300 juta masker N95.

Komisaris Administrasi Makanan dan Obat-obatan AS Stephen Hahn mengatakan, telah mendengar laporan peningkatan permintaan pasar untuk beberapa jenis peralatan medis pelindung dan tantangan pasokan. Hanya saja lembaga itu mengaku tidak mengetahui kekurangan secara spesifik.

Direktur CDC Robert Redfield saat bersaksi di sebuah subkomite House of Representatives mengatakan dia akan meminta warga AS untuk tidak membeli masker N95 sesegera mungkin. "Masker ini tidak perlu untuk masyarakat. Masker ini perlu diprioritaskan untuk para profesional kesehatan," ujarnya. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement