REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Musyawarah Majelis Presiden Pakatan Harapan (PH) memprotes informasi yang disampaikan Perdana Menteri interim Malaysia Tun Dr Mahathir Mohamad yang mengatakan penentuan perdana menteri dilakukan dalam sidang parlemen 2 Maret 2020. Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) Datuk Seri Anwar Ibrahim mengemukakan hal itu didampingi jajaran Majelis Presiden koalisi Pakatan Harapan (PH) yang terdiri dari PKR, Partai Amanah dan Democratic Action Party (DAP).
"Majelis Presiden berpendirian bahwa hak dan kuasa melantik seseorang perdana menteri terletak di tangan Seri Paduka Baginda Yang Di-Pertuan Agong (Raja Malaysia), seperti yang termaktub di bawah Pasal 40(2)(a) Undang-Undang Persekutuan," katanya dalam jumpa pers usai musyawarah di Hotel Eastin, Kamis malam.
Anwar mengatakan, Majelis Presiden juga berpendirian bahwa adalah tidak wajar untuk perdana menteri interim (sementara) mendahului titah Seri Paduka Baginda Yang Di-Pertuan Agong. Ia menyebutnya sebagai langkah yang bertentangan dengan hak dan wewenang Seri Paduka Yang Di-Pertuan Agong.
"Malah pengumuman Perdana Menteri interim (sementara) memanggil sidang Parlimen untuk memilih Perdana Menteri adalah menantang hak dan kuasa Seri Paduka Baginda Yang Di-Pertuan Agong," katanya.
Anwar mengatakan, masyarakat perlu tahu bahwa Seri Paduka Baginda Yang Di-Pertuan Agong dijadwalkan bertemu dengan Raja-Raja Melayu untuk membincangkan masalah ini.
"Majelis Presiden mengharap semua pihak untuk menghormati budi bicara (hak) dan wewenang Seri Paduka Baginda Yang Di-Pertuan Agong dalam hal ini," katanya.