REPUBLIKA.CO.ID, ATHENA -- Penduduk pulau di Yunani melakukan mogok kerja untuk hari kedua pada Kamis (27/2). Kondisi itu meningkatkan protes terhadap rencana pemerintah untuk pembangunan kamp migran baru di lima pulau.
Kepulauan Aegean Timur Yunani berfungsi sebagai pintu gerbang ke Uni Eropa bagi lebih dari satu juta orang yang melarikan diri dari perang pada 2015-2016. Meskipun ada penurunan tajam dalam kedatangan sejak itu, lima pulau masih berjuang dengan pusat-pusat penampungan migran yang penuh sesak.
Warga di pulau Lesbos dan Chios pun bentrok dengan polisi anti huru-hara yang menjaga pembangunan fasilitas penampungan baru pada Selasa dan Rabu. Para pengunjuk rasa mengatakan kamp-kamp yang ada telah menjadi penjara bagi penduduk dan migran, dengan membangun yang baru maka hanya akan memperbesar masalah.
Mereka merencanakan aksi unjuk rasa di titik-titik pusat di Lesbos, Chios, dan Samos pada Kamis. Aksi di jalanan itu terjadi sebelum warga melakukan pertemuan yang telah direncanakan antara pemerintah dan wali kota setempat.
Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis diperkirakan akan bertemu gubernur regional di kantornya di Athena pada Kamis malam. "Tidak ada rencana alternatif," kata juru bicara pemerintah Stelios Petsas kepada Skai TV.
"Kami telah melakukan segalanya untuk meningkatkan pengembalian," ujar Petsas merujuk pada pemulangan migran.
Otoritas Yunani berencana untuk membangun fasilitas penahanan tertutup di pulau Lesbos, Chios, Samos, Kos, dan Leros. Pulau-pulau itu dekat dengan Turki, tempat ribuan pencari suaka pergi ke Eropa setiap tahun.
Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNCHR) menyatakan, lebih dari 18.300 pencari suaka saat ini tinggal di dan sekitar kamp Moria. Tenda-tenda berdiri di lereng bukit, membentuk kota darurat yang populasinya sekarang terbesar kedua di pulau itu, setelah ibu kota Mytilini.