Jumat 28 Feb 2020 18:22 WIB

33 Tentara Turki Terbunuh dalam Serangan di Idlib

Turki mengumumkan jumlah tentara yang terbunuh mencapai 33 orang

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
33 Tentara Turki Terbunuh dalam Serangan di Idlib. Ilustrasi.
Foto: SANA via AP
33 Tentara Turki Terbunuh dalam Serangan di Idlib. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB - Turki mengumumkan peningkatan jumlah tentara yang terbunuh dalam serangan udara pemerintah Suriah di barat laut negara itu mencapai 33, Jumat (28/2). Angka ini merupakan jumlah kematian tentara Turki tertinggi dalam satu hari sejak Ankara masuk ke dalam konflik Suriah pada 2016.

Terbunuhnya tentara Turki terjadi pada serangan Kamis malam menandai semakin seriusnya eskalasi dalam konflik langung antara pasukan Turki dengan Suriah sejak awal Februari lalu. Rusia ikut terlibat mendukung rezim Assad. Sebelumnya, tentara Turki yang terbunuh dilaporkan sebanyak 29 tentara.

Baca Juga

Gubernur Provinsi Hatay Turki (wilayah dekat Idlib), Rhami Dogan mengatakan, setidaknya terdapat 32 tentara yang terluka kini dirawat di rumah sakit setempat. Sejak Februari, sudah 54 tentara Turki terbunuh di provinsi Idlib barat laut Suriah, termasuk jumlah kematian terakhir ini.

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pasukan Turki yang diserang di Idlib dikerahkan di antara fomasi pertempuran untuk membasmi teroris. Pasukan Turki saat itu tengah berada di daerah Behun. Menurut koordinat yang diberikan kepada Pusat Rekonsiliasi Rusia di Suriah, tidak ada unit militer Turki di daerah itu dan memang tidak seharusnya ada di sana.

"Angkatan udara Rusia tidak melakukan serangan udara di daerah itu. Kami mengambil semua langkah yang diperlukan agar pasukan Suriah menghentikan serangan," ujar pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia.

Kantor berita Suriah SANA mengatakan Turki mengaku pasukannya terbunuh dalam operasi Tentara Arab Suriah melawan organisasi teroris. Sekretaris Jenderal PBB menegaskan kembali seruannya untuk gencatan senjata sesegera mungkin. Antonio Guterres juga menyatakan keprihatinan serius tentang risiko bagi warga sipil dari meningkatnya tindakan militer di Suriah.

"Tanpa tindakan segera, risiko eskalasi yang lebih besar tumbuh setiap jam," ujar Juru Bicara Guterres, Stephane Dujarric.

Dengan adanya serangan terbaru ini, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan langsung mengadakan pertemuan keamanan darurat selama enam jam di Ankara pada Kamis malam. Menteri Luar Negeri Turki Mevult Cavusoglu berbicara dengan Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg melalui telepon.

Sementara juru bicara Erdogan Ibrahim Kalin, yang memainkan peran senior dalam urusan luar negeri, berbicara dengan Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS) A. Robert O'Brien.

"Situasi di Idlib kini mengancam kelangsungan hidup nasional kita," ujar Devlet Bahceli, kepala partai nasionalis yang bersekutu dengan pemerintah Erdogan.

Serangan udara Kamis terjadi setelah milisi oposisi Suriah yang didukung Turki menguasai kembali sebuah kota barat laut yang strategis dari pasukan pemerintah. Dengan begitu, mereka mengambil alih jalan raya utama hanya beberapa hari setelah pemerintah membuka kembali kota itu untuk pertama kalinya sejak 2012.

Meskipun kehilangan kota Saraqeb, pasukan Presiden Suriah Bashar Assad membuat keuntungan besar di selatan. Assad sekarang menguasai hampir seluruh bagian selatan provinsi Idlib setelah menguasai lebih dari 20 desa. Ini adalah bagian dari kampanye selama berminggu-minggu yang didukung oleh kekuatan udara Rusia ke kubu pemberontak terakhir Suriah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement