Jumat 28 Feb 2020 18:40 WIB

Kekerasan di India Cerminan tak Adanya Toleransi

Kekerasan di India merusak persaudaraan dan hubungan baik antara pemeluk agama.

Warga muslim meninggalkan lingkungan rumahnya yang mayoritas warga Hindu pascabentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.
Foto: Adnan Abidi/Reuters
Warga muslim meninggalkan lingkungan rumahnya yang mayoritas warga Hindu pascabentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fuji E Permana, Dwina Agustin, Zahrotul Oktaviani, Antara

Umat Islam menjadi korban kekerasan orang-orang radikal dan intoleransi di India setelah Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi mengeluarkan Undang-undang (UU) Kewarganegaraan (CAA). Setidaknya 32 orang muslim India telah tewas akibat kekerasan di sana.

Baca Juga

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Anwar Abbas menilai tindakan kekerasan di India mencerminkan tidak adanya toleransi di sana. Buya Anwar mengatakan, ia menyesalkan tindakan kekerasan yang telah dilakukan oleh orang-orang di India terhadap umat Islam di sana. Tindak kekerasan tersebut mencerminkan tidak adanya toleransi yang baik di antara pemeluk agama di India.

"Semestinya pemerintah India bisa memberi contoh kepada dunia bagaimana hidup berdampingan secara baik dan harmonis di antara para pemeluk agama yang ada," kata Buya Anwar di sela-sela Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke-VII, Jumat (28/2).

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini mengatakan, kekerasan yang terjadi di India telah merusak persaudaraan dan hubungan baik antara pemeluk agama di India. Dia khawatir kekerasan terhadap umat Islam yang terjadi di India menyebar ke negara-negara lain.

Presiden Asian Conference on Religions for Peace (ACRP), Din Syamsuddin sangat menyesalkan dan menyayangkan peristiwa pembakaran masjid di New Delhi, India. Menurutnya peristiwa tersebut akan menyulut konflik sektarian di India antara umat Islam dan hindu.

"Maka kita mendorong pemerintah India untuk segera mengatasi keadaan, dan para tokoh agama-agama, saya tadi hubungi kawan-kawan yang tokoh Hindu di sana bagaimana keadaan sebenarnya, diharapkan bisa meredam," kata Din.

Din berharap tokoh-tokoh Hindu di India bisa meredam konflik supaya tidak terjadi eskalasi. Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) ini juga mengimbau agar konflik di India jangan sampai merambah ke dalam negeri. Jangan sampai menciptakan ketegangan atau konflik antara umat Islam dan Hindu di Indonesia.  

Duta Besar India untuk Indonesia, Pradeep Kumar Rawat menyebutkan negaranya saat ini dalam kondisi aman dan damai. "Semuanya dalam keadaan damai. Dan sebagaimana diketahui, situasi di India di bawah kendali. Dan apa yang saya akan sampaikan ke Anda, adalah siaran pers dari Menteri Dalam Negeri kami untuk Anda rujuk," kata Pradeep usai bertemu Menko Polhukam Mahfud MD, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (28/2).

Ia pun meminta agar kabar-kabar yang berkembang di luar tidak dipercaya. Karena hal itu dilakukan demi kepentingan tertentu.

"Dan tentunya kami menyarankan kepada sahabat-sahabat kami untuk tidak percaya pada berita palsu yang disesatkan kepentingan pribadi yang mencoba mengganggu jalinan kemajemukan negara kami," lanjut Pradeep.

Sebagaimana Indonesia yang punya semangat Bhineka Tunggal Ika, menurutnya, India juga meyakini hal yang sama. "Dan banyak kepentingan pribadi dan kelompok yang ingin menghancurkan jalinan tersebut," ucapnya.

Karena, lanjut Pradeep, jika satu jalinan tersebut hilang, maka tidak ada India, tidak ada Indonesia. "Maka, sahabat saya, saya menyampaikan kepada Anda untuk sangat berhati-hati dan tidak percaya berita bohong mengenai itu, terimakasih," ujar Pradeep.

Kisruh antaragama meletus sejak bentrokan meletus di bagian timur laut Delhi pada Ahad (23/2) antara pengunjuk rasa pro-dan anti-kewarganegaraan. India menyaksikan kekerasan terburuk lebih dari dua bulan setelah pemerintah mengeluarkan Undang-Undang yang kontroversial.

Dalam UU tersebut ditulis akan memberikan status kewarganegaraan kepada minoritas agama non-Muslim yang menghadapi penganiayaan di negara-negara tetangga, seperti Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh. Para kritikus melihat undang-undang baru itu tidak konstitusional dan mendiskriminasi umat Islam.

Sebuah masjid di ibu kota India, wilayah timur laut Delhi, lalu menjadi target terakhir gerombolan anarkis. Massa yang meneriakkan “Jai Shri Ram” (Hail Lord Rama) membakar sebuah masjid di wilayah Ashok Nagar.

Sebelum membakar masjid, mereka memanjat menara masjid dan mengeluarkan pengeras suara. Selain itu, mereka mengibarkan bendera safron, yang digunakan umat Hindu di kuil-kuil.

photo
Seorang warga meninggalkan lingkungan rumahnya yang hangus saat bentrok massa pendukung dan penentang UU Kewarganegaraan India berujung rusuh di New Delhi, India.

Lingkungan yang Berubah

Wilayah Hindu di Bhajanpura dan daerah Muslim di Chand Bagh saling berhadapan, hanya terpisah jalan lebar yang melintasi bagian timur laut ibu kota India, New Delhi. Setelah berhari-hari kerusuhan mematikan di antara anggota kedua komunitas, lingkungan itu berubah, jalan tak lagi sekedar jalan.

Rasa takut dan kecurigaan telah menggantikan hubungan persahabatan yang terjalin bertahun-tahun. Beberapa penduduk berusaha memahami bagaimana wilayah damai di ibu kota India menjadi medan pertempuran. Saat ini, jalan utama dipenuhi kaca pecah, batu bata, dan sisa-sisa mobil yang hancur.

Sebanyak 32 orang tewas dalam bentrokan itu, ratusan lainnya luka-luka dan gedung-gedung dibakar, menjadikan peristiwa itu momen kekerasan terburuk di Delhi dalam beberapa dasawarsa. "Saya telah tinggal di sini selama 35 tahun," kata  seorang Hindu bernama Santosh Garg.

Pria berusia 52 tahun ini mengatakan, dia selama ini tidak pernah memiliki masalah dan keluhan terhadap Muslim. Bahkan, dia memiliki begitu banyak tetangga Muslim yang berada di seberang jalan rumahnya. "Aku masih tidak bisa mengerti apa yang terjadi," ujar pria berusia 52 tahun ini.

Garg mengatakan, dia menurunkan kedua cucunya dari balkon ke pelukan polisi untuk menyingkirkan mereka dari kobaran api. Dia sendiri melompat ke teras yang bersebelahan.

Di daerah Muslim beberapa ratus meter jauhnya, Rubina Bano mengatakan berada di demonstrasi anti-pemerintah ketika polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan protes. Sedangkan, kondisi itu diperburuk dengan sekelompok umat Hindu mulai melemparkan batu. Perempuan yang hamil tiga bulan itu pun mengaku dipukuli oleh polisi, sehingga membutuhkan 20 jahitan di kepalanya.

Seperti ratusan ribu Muslim di seluruh negeri, Bano menghabiskan berminggu-minggu memprotes Undang-Undang Kewarganegaraan baru. Peraturan itu memberi nonMuslim jalur cepat mendapatkan kewarganegaraan India.

Banyak orang India mengatakan hukum itu diskriminatif dan bertentangan dengan semangat konstitusi sekuler negara. Muslim di India juga khawatir bahwa usulan warga negara tersebut dapat membuat banyak dari mereka tidak memiliki kewarganegaraan. India merupakan negara dengan 80 persen Hindu, sedangkan umat Islam hanya 14 persen dari 1,3 miliar populasi.

Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi, menurut para kritikus, telah mengejar agenda pro-Hindu yang ketat sejak terpilih kembali tahun lalu. Dia mengkalim, undang-undang baru diperlukan untuk membantu minoritas yang teraniaya dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan. Pernyataan tersebut pun menyangkal adanya bias terhadap populasi Muslim India yang lebih dari 180 juta orang.

Ketika protes dimulai pada Desember, bentrokan sebagian besar terjadi antara demonstran anti-pemerintah dan polisi. Setidaknya 25 orang meninggal bulan itu, terutama di negara bagian utara Uttar Pradesh.

Pekan ini di Delhi, sebagian besar kekerasan terjadi antara umat Hindu dan Islam. Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran bahwa pertumpahan darah skala besar yang meletus secara sporadis sejak kemerdekaan India terjadi.

Di timur laut Delhi, kondisi yang dikhawatirkan terlihat jelas. Kemarahan semakin tinggi bahkan ketika kerusuhan mereda. Di dekat pengisian bahan bakar yang sudah terbakar parah di Bhajanpura, sekelompok pria Hindu marah pada kerusakan yang didapatkan oleh komunitas mereka.

"Jika ini yang dapat dilakukan minoritas, tunggu sampai Anda melihat apa yang bisa dilakukan mayoritas ketika mengangkat senjata," kata Ajay Choudhary ketika menunjuk ke gedung yang terbakar.

Kerusuhan yang diciptakan oleh kedua pihak timbul akibar kepercayaan pada kemampuan politisi dan polisi untuk mengatasi masalah semakin menipis di antara penduduk setempat. Beberapa warga setempat menuding polisi karena gagal melindungi mereka dari serangan. Hal itu karena pasukan Delhi dikendalikan oleh Kementerian Dalam Negeri Amit Shah yang merupakan tangan kanan Modi.

Seorang Muslim di Chand Bagh Kalam Ahmed Khan mengatakan, polisi seharusnya berbuat lebih banyak untuk mencegah bentrokan pekan ini. "Semua ini terjadi di bawah hidung polisi," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement