REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BRIsyariah memfokuskan layanan digitalisasi perbankan pada tahun ini. Sejak November 2019, perusahaan sudah memiliki i-Kurma sebuah aplikasi digital untuk menyederhanakan dan mempercepat proses pengajuan hingga pencairan pembiayaan.
Direktur Bisnis Komersil BRI Syariah Kokok Alun Akbar mengatakan digitalisasi proses pembiayaan memainkan peranan penting bagi pertumbuhan bisnis BRIsyariah.
"Digitalisasi proses bisnis (i-Kurma), rekomposisi sumber daya manusia dari lini support ke lini bisnis dan rekomposisi portofolio pembiayaan yang fokus pada core bisnis dan memiliki profil risiko rendah," ujarnya kepada Republika usai RUPS BRI Syariah di Jakarta, Jumat (28/2).
Tercatat, pembiayaan BRIsyariah tumbuh 25,29 persen year on year (yoy) menjadi Rp 27,38 triliun pada tahun 2019. Pertumbuhan pembiayaan tertinggi didapatkan dari pembiayaan ritel untuk seluruh segmen operasi, baik SME kemitraan, konsumer maupun mikro. Masing-masing tumbuh sebesar 37,39 persen, 28,70 persen dan 26,09 persen.
Dengan pertumbuhan ini komposisi pembiayaan BRIsyariah pada 2019 sebesar 64,08 persen segmen ritel dan sebesar 35,92 persen segmen komersil.
Kokok menjelaskan aplikasi i-Kurma (Kemaslahatan Untuk Rakyat Madani) memiliki proses pencairan pembiayaan memakan waktu satu hari. Selama ini proses pencairan pembiayaan memakan waktu mencapai sembilan hari.
"Awalnya i-Kurma digunakan untuk mempercepat proses pencairan pembiayaan mikro. Namun pada tahun ini BRIsyariah akan memperluas penggunannya untuk segmen ritel," ucapnya.
Menurutnya selama ini i-Kurma digunakan oleh tenaga pemasar pembiayaan untuk memproses permohonan yang masuk. Aplikasi ini diinstal melalui telepon pintar tenaga pemasar, sehingga tenaga pemasar BRIsyariah dapat segera memproses prakarsa pembiayaan di mana pun, kapan pun.
"Dengan i-Kurma, tenaga pemasar tidak harus input data di kantor. Data field sengaja dibuat ringkas untuk mempermudah. Otomatis waktu yang diperlukan untuk pengisian data sampai pencairan akan terpangkas signifikan," jelasnya.
Sekretaris Perusahaan BRI Syariah Mulyatno Rachmanto menambahkan kinerja tenaga pemasar akan meningkat sampai 30 persen dari sisi jumlah nasabah dan 17,46 persen dari sisi volume pembiayaan yang dicairkan.
Selain digitalisasi, pertumbuhan bisnis BRIsyariah sepanjang 2019 juga didukung tingkat permodalan dan likuiditas yang memadai dengan rasio kecukupan modal sebesar 25,26 persen atau jauh di atas ketentuan minimum yang ditetapkan regulator, dan Financing to Deposit Ratio (FDR) sebesar 80,12 persen. Pertumbuhan pembiayaan diikuti oleh perbaikan kualitas pembiayaan dari 4,97 persen pada Desember 2018, BRIsyariah mencatatkan perbaikan NPF angka 3,38 persen pada Desember 2019 atau turun sebesar 1,59 persen.
"Hasilnya kualitas pembiayaan mengalami perbaikan seiring dengan dilakukannya berbagai langkah dan upaya terkait, baik yang bersifat preventif melalui monitoring pembiayaan yang efektif dan proses underwriting yang lebih prudent hingga pengelolaan pembiayaan bermasalah yang tepat termasuk percepatan dalam mencapai recovery,” jelasnya.
Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) BRIsyariah sebesar Rp 34, 12 triliun pada 2019 atau meningkat sebesar 18,23 persen pada 2018 sebesar Rp 28,86 triliun. Current Account Saving Account (CASA) BRIsyariah mengalami peningkatan pada 2019 menjadi 44,21 persen yang sebelumnya pada 2018 sebesar 34,07 persen.
Dengan kinerja tersebut, BRIsyariah mencatatkan pertumbuhan aset sebesar 13,87 persen (YoY) pada 2019 menjadi Rp 43,12 triliun dari Rp 37,86 triliun pada 2018 serta peningkatakan laba operasional sebelum pencadangan tercatat sebesar Rp 972,18 miliar pada 2019, atau tumbuh 25,16 persen (YoY) dari tahun sebelumnya sebesar Rp 776,77 miliar pada 2018.