REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM, Arifin Tasrif menilai aturan yang mewajibkan para perusahaan tambang batubara untuk memakai kapal berbendera indonesia untuk ekspor mestinya tak perlu saklek.
Ia menilai perlu adanya fleksibilitas terkait aturan ini. Sebab, hal ini sangat berkaitan dengan ketersediaan kapal dan juga pengaruhnya ke PNBP Minerba jika aktivitas ekspor batu bara terkendala hanya karena kapal.
"Sebenernya ada fleksibilitas supaya ya. Kalau misalnya kapalnya belum memadai ya bisa pakai kapal pembeli. Mestinya kalau fleksibel kan gak harus ada sanksi dong," ujar Arifin di Kementerian ESDM, Jumat (28/2). Arifin juga mengatakan soal adanya aturan dari Kementerian Perdagangan tersebut, Kementerian ESDM sudah memberikan informasi dan juga menjelaskan kondisi saat ini.
"Kami mengingatkan saja, kita kan ada program bagaimana bisa memenuhi target PNBP. Nah, ini sudah kami bicarakan, tapi belum ada jawaban dari Kemendag. Coba tanya kemendag saja," ujar Arifin.
Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) kecewa Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerapkan aturan kewajiban penggunaan kapal nasional. Beleid yang bakal diterapkan pada 1 Mei 2020 itu bakal banyak hambatan mengingat aturan ini dapat mengganggu aktivitas ekspor, utamanya batu bara, lantaran ketersediaan jumlah kapal nasional tidak mencukupi.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), sepanjang 2019 total pengapalan atau shipment untuk ekspor batu bara sebanyak 7.645 kapal. Sementara, kapal nasional yang digunakan hanya sekitar satu persen. Jumlah kekuatan armada muatan curah kering perusahaan pelayaran nasional juga hanya 182 unit kapal.
Ketua Umum APBI Pandu P Sjahrir menilai dari sisi usia kapal juga tidak memadai. Untuk kapal Panamax, ukuran kapal maksimum yang dapat melintasi Kanal Panama, Indonesia hanya memiliki 18 unit kapal dan mayoritas usia kapal di atas 20 tahun.
"Rencana penerapan aturan wajib penggunaan kapal nasional itu juga belum didukung dengan peraturan teknis pelaksanaan yang jelas. Kami mengkhawatirkan ekspor batu bara bisa terganggu," ucap Pandu, Jumat (28/2).
Rencana pelaksanaan kewajiban penggunaan kapal nasional tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 tentang Penggunaan Asuransi dan Kapal Nasional Untuk Ekspor dan Impor Komoditas Tertentu. Beleid ini merupakan perubahan kedua yang antara lain mewajibkan penggunaan asuransi dan kapal nasional.
Kewajiban tersebut pada awalnya akan diberlakukan di 2017, namun ditunda pemberlakuannya lantaran terbatasnya kapasitas kapal nasional dalam mengangkut pengiriman batu bara yang pada umumnya perdagangannya menggunakan skema free-on-board (FoB). Di situ, importir wajib mengusahakan asuransi dan kapal.
Pandu menambahkan, kekhawatiran ekspor batu bara terhambat semakin beralasan dengan banyaknya pembatalan beberapa order pengapalan ekspor batu bara ke beberapa negara di periode Mei 2020."Kami sebagai mitra pemerintah telah menyampaikan kekhawatiran tersebut sejak awal, baik dalam forum-forum pertemuan atau melalui beberapa surat resmi," ungkap Pandu.
APBI, kata dia, telah menyampaikan keluhan dan permohonan ke pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pemberlakuan kebijakan aturan kewajiban penggunaan kapal nasional. "Dampaknya justru akan semakin melemahkan daya saing ekspor batu bara nasional dan membuat iklim investasi akan semakin tidak menarik," ujar dia.