Jumat 28 Feb 2020 23:15 WIB

Aturan Kapal Nasional Bisa Hambat Ekspor Batu Bara

Ketersediaan jumlah kapal nasional dinilai tidak mencukupi

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Satria K Yudha
Petugas melakukan pemuatan gerbong kereta api ke dalam kapal saat ekspor perdana ke Bangladesh di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (31/3).  (Antara/Zabur Karuru)
Petugas melakukan pemuatan gerbong kereta api ke dalam kapal saat ekspor perdana ke Bangladesh di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (31/3). (Antara/Zabur Karuru)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengkhawatirkan aturan kewajiban penggunaan kapal nasional dalam aktivitas perdagangan internasional yang rencananya berlaku mulai 1 Mei 2020. Menurut APBI, kebijakan ini dapat mengganggu aktivitas ekspor, terutama ekspor batu bara. Sebab, ketersediaan jumlah kapal nasional tidak mencukupi.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), total pengapalan untuk ekspor batu bara sepanjang 2019 sebanyak 7.645 kapal. Sementara, kapal nasional yang digunakan hanya sekitar satu persen. Jumlah kekuatan armada muatan curah kering perusahaan pelayaran nasional hanya 182 unit kapal.

Ketua Umum APBI Pandu P Sjahrir mengatakan, rencana penerapan aturan wajib penggunaan kapal nasional itu juga belum didukung dengan peraturan teknis pelaksanaan yang jelas. “Kami mengkhawatirkan ekspor batu bara bisa terganggu,” kata Pandu, Jumat (28/2).

Dari sisi usia kapal pun dinilai tak memadai. Untuk kapal Panamax, ukuran kapal maksimal yang dapat melintasi Kanal Panama, Indonesia hanya memiliki 18 unit kapal dan mayoritas usia kapal di atas 20 tahun.

Pandu menambahkan, kekhawatiran ekspor batu bara terhambat semakin beralasan dengan banyaknya pembatalan beberapa order pengapalan ekspor batu bara ke beberapa negara di periode Mei 2020.  “Kami sebagai mitra pemerintah telah menyampaikan kekhawatiran tersebut sejak awal baik dalam forum-forum pertemuan atau melalui beberapa surat resmi,” katanya.

APBI, kata dia, telah menyampaikan keluhan dan permohonan ke pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pemberlakuan kebijakan aturan kewajiban penggunaan kapal nasional. “Dampaknya justru akan semakin melemahkan daya saing ekspor batubara nasional dan membuat iklim investasi akan semakin tidak menarik,” katanya.

Rencana pelaksanaan kewajiban penggunaan kapal nasional tertuang di dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 tentang Penggunaan Asuransi dan Kapal Nasional Untuk Ekspor dan Impor Komoditas Tertentu. 

Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Permendag 82/2017 yang telah diubah untuk kedua kalinya melalui Permendag 80/2018 yang antara lain mewajibkan penggunaan asuransi dan kapal nasional yang efektif akan berlaku 1 Mei 2020. Kewajiban tersebut awalnya akan diberlakukan pada 2017, namun ditunda pemberlakuannya. 

Penundaan dilakukan karena masih sangat terbatasnya kapasitas kapal nasional dalam mengangkut pengiriman batu bara yang umumnya perdagangannya menggunakan skema free-on-board (FoB), yaitu importir wajib mengusahakan asuransi dan kapal. 

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga telah melayangkan surat ke Kementerian Perdagangan untuk menyikapi polemik aturan penggunaan kapal nasional untuk ekspor batu bara. Dalam surat itu, Tasrif meminta agar ada fleksibilitas soal penggunaan kapal nasional, sehingga tidak terjadi keterlambatan pengiriman batu bara.  “Kita sudah kirim surat, bagaimana caranya mengatasi supaya angkutan enggak terlambat," kata Arifin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement