REPUBLIKA.CO.ID, Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk hidup hemat, yaitu membelanjakan uangnya selaras dengan kebutuhan dan tidak (berlebihan) mengikuti ''selera'' nafsunya. Hemat berarti tidak boros, irit, sangat hati-hati dalam mengeluarkan/membelanjakan uang. Dengan hidup hemat, seorang Muslim menjadi bersahaja dalam menjalani kehidupan karena merasa cukup dengan kenikmatan yang dimiliki, yang pada gilirannya membentuk pribadi yang bersyukur dan tawadu.
Nabi SAW merupakan suri teladan bagi manusia (umat Islam). Dalam menjalani hidupnya, beliau sangat sederhana. Suatu ketika Nabi SAW datang bergilir kepada Aisyah. Beliau melihat sepotong pecahan kue lalu beliau mengambilnya, mengusapnya, dan memakannya. Kemudian, beliau bersabda, ''Berlaku baiklah kalian kepada serpihan nikmat-nikmat Allah. Jangan kalian menyia-nyiakannya. Jika ia hampir hilang dari suatu kaum, ia kembali kepada mereka.'' (HR Al Baihaqi dari Anas bin Malik).
Hadis di atas menganjurkan agar kita berlaku baik terhadap serpihan nikmat-nikmat Allah dengan cara memeliharanya dan mensyukurinya. Sebagaimana firman Allah, ''Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.'' (QS Ibrahim [14]: 7).
Mensyukuri nikmat dengan cara berbuat baik kepada karib kerabat, kepada orang-orang yang membutuhkan, dan memelihara harta kekayaan untuk tidak digunakan terhadap hal-hal yang tidak ada faedahnya.
Al Ghazali berkata, ''Perkara yang sangat berat adalah menghina memuliakan, berpisah setelah bertemu, dan hilangnya nikmat dari suatu kaum lantaran mereka tidak berlaku baik terhadap serpihan nikmat kemudian mereka harapkan nikmat itu kembali kepada mereka.'