Ahad 01 Mar 2020 16:19 WIB

1.363 Hektare Sawah di Indramayu Puso Akibat Banjir

Sawah yang pusi akibat banjir tersebar di 12 desa di Kecamatan Kandanghaur.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi.
Foto: Antara/M Ibnu Chazar
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Sebanyak 1.363 hektare areal tanaman padi milik petani di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, yang terendam banjir sejak beberapa hari terakhir, dinyatakan mengalami puso (gagal panen). Selain mengalami kerugian materi, para petani juga kehilangan waktu karena harus mengulangi seluruh proses tanam dari awal kembali.

Ketua Kontak Tani nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur, Waryono, menyebutkan, luas tanaman padi di Kecamatan Kandanghaur dalam musim tanam rendeng (penghujan) 2019/2020 mencapai 4.849 hektare. Dari luas tersebut, lahan yang terkena banjir mencapai 2.214 hektare.

Waryono mengatakan, dari 2.214 hektare itu, tercatat ada 851 hektare sawah yang banjirnya surut sehingga tanaman padinya berhasil selamat. Namun, 1.363 hektare tanaman padi lainnya tak bisa selamat sehingga mengalami puso karena banjir tak kunjung surut.

‘’Sawah yang puso akibat banjir itu tersebar di 12 desa di Kecamatan Kandanghaur,’’ ujar Waryono, kepada Republika, Ahad (1/3).

Adapun desa paling parah mengalami puso akibat banjir adalah Desa Soge yang mencapai 344 hektare, Desa Bulak 299 hektare, Desa Parean Girang 253 hektare dan Desa Kertawinangun 112 hektare.

Selain itu, desa lain yang sawahnya juga mengalami puso, yakni Desa Ilir 73 hektare, Desa Karanganyar seluas 55 hektare, Desa Wirakanan 57 hektare, Desa Karangmulya 10 hektare, Desa Wirapanjunan 46 hektare, Desa Pranti 70 hektare, Desa Curug 34 hektare dan Desa Eretan Kulon 10 hektare.

‘’Tanaman padi yang terendam itu memiliki umur bervariasi, antara 1–37 hari,’’ tutur Waryono.

Sebelumnya, ribuan hektare areal sawah di Kecamatan Kandanghaur itu justru mengalami kekeringan akibat mundurnya musim hujan dan ketiadaan pasokan air irigasi. Kondisi itu membuat mereka mengalami keterlambatan tanam hingga dua bulan.

Para petani pun baru bisa memulai tanam padi pada awal hingga pertengahan Februari saat intensitas hujan mulai meningkat dan pasokan air irigasi tiba. Namun ternyata, tingginya curah hujan dan luapan sungai membuat ribuan hektare sawah mereka menjadi kebanjiran.

Tanaman padi yang masih berumur muda pun terendam banjir hingga berhari-hari lamanya. Akibatnya, tanaman padi jadi membusuk dan 1.363 hektare terpaksa harus tanam ulang.

‘’Kondisi itu jelas merugikan petani karena biaya yang telah mereka keluarkan jadi hilang,’’ kata Waryono.

Selain itu, lanjut Waryono, para petani yang tanaman padinya mengalami puso itu jadi kehilangan waktu tanam. Pasalnya, mereka harus memulai proses pengolahan lahan dan tanam sejak awal lagi.

Hal itu dibenarkan seorang petani di Desa Bulak, Sahudi. Selain merugi karena telah mengeluarkan biaya pengolahan lahan dan tanam, dia juga harus memulai tanam sejak awal.

‘’Kemarin kan tanamnya terlambat. Sekarang jadi lebih terlambat lagi karena harus mulai semuanya sejak pertama lagi,’’ keluh Sahudi.

Salah seorang petani di Desa Karangmulya, Didi, mengatakan, areal sawahnya sudah dua kali ini dilanda banjir dalam satu minggu terakhir. Banjir pertama terjadi pada 20 Februari 2020 selama dua hari. Setelah surut, banjir kembali terjadi pada 25 Februari 2020. ‘’Umur tanaman padi saya baru seminggu,’’ keluh Didi. 

Sementara itu, Waryono menambahkan, areal sawah yang banjir di Kecamatan Kandanghaur sudah dikunjungi oleh Dirjen Tanaman Pangan, Suwandi, Ahad (1/3). Dalam kunjungan tersebut, sambungnya, dirjen sudah menjanjikan akan memberikan bantuan benih sebanyak 25 kg/hektare kepada petani yang mengalami puso.

‘’Dari 1.363 hektare sawah yang puso itu, tidak ada satupun yang ikut asuransi pertanian,’’ ujar Waryono.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement