REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Ekonomi dunia berpotensi mengalami resesi apabila penyebaran virus Corona tidak dapat segera diatasi dalam waktu cepat. Peringatan ini disampaikan mantan ekonom White House, Kevin Hassett, Jumat (28/2).
Hasset menyampaikan keprihatinannya tentang penyebaran virus Corona yang begitu cepat dan luas. Bahkan, termasuk di tempat-tempat dengan kondisi cuaca yang lebih panas seperti Iran.
"Apabila orang-orang dapat menyebarkannya di luar musim flu, maka ini (penyebaran virus Corona) akan terus ada sepanjang musim panas dan Anda akan melihat resesi global," ujarnya seperti dilansir CNN Jumat waktu setempat.
Tapi apabila berbicara mengenai Amerika Serikat (AS), Hassett masih belum dapat melihat resesi dalam jangka waktu dekat. Menurutnya, terlalu dini untuk memproyeksikan resesi di ekonomi terbesar dunia tersebut.
Optimisme Hassett tersebut berkaca dari besaran Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) kuartal pertama yang diprediksi cenderung positif. "Kalaupun resesi terjadi, akan benar-benar dimulai pada kuartal kedua," tuturnya.
Ketakutan virus Corona diketahui telah mengguncang pasar keuangan. Indeks S&P 500 telah anjlok 15 persen dari rekor tertinggi yang ditetapkan pada pekan lalu.
Harga minyak mentah juga mengalami penurunan hingga enam persen pada Jumat saja. Kondisi ini menggarisbawahi kegelisahan ekonomi di global. Investor kini menumpuk pada obligasi pemerintahan yang dianggap sangat aman, mendorong yield Treasury 10 tahun ke posisi terendah sepanjang masa.
Selain di pasar keuangan, Hasset juga mengatakan virus Corona berpotensi menyebabkan inflasi. Ketersediaan pasokan komoditas di pasar dapat berkurang sehingga harga jual bisa lebih tinggi.
Komentar Hasset berbeda dengan pandangan mantan rekannya, Direktur Dewan Ekonomi Nasional Larry Kudlow. Ia menilai fundamental ekonomi dunia tetap cukup kuat untuk mengimbangi gejolak di Wall Street.
"Saya tidak melihat, koreksi pasar saham jangka pendek ini akan berpengaruh besar," ujarnya kepada media, Jumat.
Tapi, mantan ketua Federal Reserve Janet Yellen mengatakan pada Rabu (26/2) bahwa dampak dari pelemahan ekonomi global dapat melemparkan AS ke jurang resesi. Pasar kini telah mendorong The Fed untuk segera mengambil tindakan. Kevin Warsh, mantan gubernur Fed, bahkan mendesak para bankir global untuk mengambil tindakan terkoordinasi.
Para investor memprediksi Bank Sentral AS tersebut akan membuat kebijakan dramatis yang tidak pernah terlihat sejak krisis keuangan 2008 silam. Pasar menilai, peluang The Fed penurunan suku bunga 0,5 basis poin kini semakin besar, lebih dari 50 persen.
Proyeksi itu ditampik Pimpinan Fed St Louis, James Bullard. Menurutnya, The Fed tidak mungkin menurunkan suku bunga kecuali wabah Corona meningkat signifikan. "Pemotongan (suku bunga) lebih lanjut adalah suatu kemungkinan jika pandemi global benar-benar berkembang. Tapi, ini bukan kasus utamanya saat ini," ucapnya.
Banyak pihak juga yang mendesak The Fed untuk menunggu dan tidak membuat kebijakan penurunan suku bunga terlebih dahulu. Sebab, suku bunga acuan kini sudah berada di posisi rendah dan kebijakan penurunan tidak akan menyelesaikan krisis kesehatan.