REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya menyelesaikan permasalahan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Saat ini OJK sudah meminta kepada pengurus dan pemilik perseroan dapat segera membayarkan klaim para nasabah.
Menurut Pengamat BUMN Toto Pranoto saat ini permasalahan Jiwasraya kian menyadarkan aset perusahaan BUMN bisa menjadi kepentingan pribadi dan kelompok politik. Bahkan sejumlah pihak mendorong agar permasalahan Jiwasraya dapat diusut hingga tuntas ke akarnya.
“Rekam jejak seluruh BUMN perlu diselidiki agar kasus seperti Jiwasraya tak terulang lagi. Jangan sampai jadi preseden buruk yang berimbas ke BUMN lainnya,” ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Senin (2/3).
Toto menyoroti perusahaan pelat merah lainnya yang mulai menunjukkan gelagat serupa. Hal itu membuktikan bahwa implementasi Good Corporate Governance (GCG) tidak berjalan baik pada internal BUMN.
"Alert system lembaga pengawasan seperti OJK lebih ditingkatkan, sehingga bisa langsung mendeteksi BUMN yang bermasalah. Terakhir, proses law enforcement BUMN ditegakkan tanpa pandang bulu," ucapnya.
Ia juga meminta pengawasan ketat terus dilakukan level industri oleh OJK, pemegang saham yakni Kementerian BUMN dan auditor negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar dapat berjalan optimal, guna mencegah hal serupa.
"Kasus ini jangan cuma berhenti lima orang pengurus Jiwasraya yang ditangkap. Padahal sejak awal Jiwasraya telah di-warning oleh lembaga pengawas (OJK) namun kenapa pemilik (BUMN) membiarkan, sehingga bisa terjadi penggelapan seperti sekarang?" ucapnya.
Sementara Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah menambahkan permaalahan Jiwasraya akibat ketidaktepatan pemegang saham dan manajemen lama dalam menentukan momentum serta langkah penyelamatan. Keputusan pemerintah terkesan lambat menutup defisit solvabilitas senilai Rp 3,29 triliun pada 2006 yang menyebabkan kondisi defisit keuangan Jiwasraya.
"Harus diakui bahwa ekuitas Jiwasraya sudah negatif sejak 2006. Artinya sudah ada pembiaran sejak itu, hingga akibatnya seperti sekarang," ucapnya.
Ke depan, Piter meminta pemerintah dan OJK dapat menyelesaikan masalah likuiditas Jiwasraya terlebih dahulu, mengingat nasib ribuan nasabah yang telah dirugikan.
"Dukungan kepada pemerintah dan manajemen baru untuk menyehatkan kembali perusahaan. Tentu manajemen baru ini harus jelas track record nya," ucapnya.
Sejak 2018 OJK telah menjalankan program transformasi Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang mencakup perbaikan penerapan manajemen risiko, meningkatkan governance, serta menambah pelaporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik. Adapun tindakan dan pemberian sanksi pada IKNB antara lain pemberian sanksi denda kepada 164 kegiatan usaha, pembatasan 37 kegiatan usaha,dan pencabutan 31 izin usaha.
Kebijakan pengaturan dan pengawasan dijalankan sesuai fungsi, tugas dan wewenang undang-undang OJK untuk mengatur dan mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan secara terpadu, independen dan akuntabel.