REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menggelar rapat koordinasi lintas kementerian, pemerintah daerah, industri dan petani demi mendorong ekspor furnitur berbahan baku rotan. Dalam rapat itu terungkap ada masalah dalam tata niaga rotan. Di tingkat hulu produksi rotan melimpah namun di hilir atau di industri rotan mengalami kelangkaan bahan baku.
"Artinya ini ada yang missing link karena di hulu produksinya melimpah sementara industri furnitur kekurangan bahan baku," ujar Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki usai rapat koordinasi di gedung Kemenkop dan UKM, pada Senin, (2/3).
Hadir perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dirjen Bea dan Cukai, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Pemerintah Daerah. Hadir pula penghasil rotan, asosiasi pengusaha furnitur, serta petani rotan dari Kalimantan Selatan dan Sulawesi.
Teten mengatakan, terjadi penyelundupan produksi rotan yang melimpah. Nilainya mencapai 10 ribu ton per bulan.
Hal itu, kata dia, menyebabkan masalah dalam tata niaga rotan yang harus segera diselesaikan. "Ada yang anomali, industri tidak bisa menyerap seluruh produksi rotan setengah jadi, hanya sekitar 30 persen. Ada kebijakan di hulu dan hilir yang tidak pas. Di hulu harga murah karena produksinya melimpah sedangkan di hilir harganya mahal dengan karena kelangkaan pasokan," jelas Teten.
Dirinya telah meminta agar para dinas, pengusaha dan petani dari daerah penghasil rotan segera membuat data valid agar dapat diambil kebijakan paling tepat untuk jangka pendek dan jangka panjang. Ditegaskan petani dan pengolah rotan serta industri furnitur harus sama-sama kembang sehingga rotan menjadi komoditi yang menguntungkan.
"Kita harus detailkan lagi datanya supaya bisa membuat kebijakan yang tepat yang menguntungkan bagi kedua pihak. Baik bagi industri furniture dan di hulunya juga bergairah," tuturnya.
Ia menekankan, rotan seharusnya menjadi produksi unggulan karena Indonesia adalah produsen rotan terbesar dunia. Hanya saja faktanya, negara lain menjadi eksportir produk furnitur berbahan baku rotan yang cukup besar.
Deputi Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM Victoria Simanungkalit menambahkan, penyerapan bahan baku itu rendah karena industri rotan tidak bisa menyerap seluruh jenis produksi rotan. Menurutnya ada jenis rotan tertentu yang tidak bisa terserap oleh industri.
Masalah data produksi ini, lanjutnya, yang diminta Menteri harus cepat disampaikan. Tujuannya agar pengambilan kebijakan terhadap tata niaga rotan dapat diputuskan.