REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum rampung insentif untuk pariwisata berjalan di lapangan, pemerintah kembali dihadapkan tantangan baru yakni masuknya virus korona (Covid-19) ke Indonesia. Dinyatakannya dua warga Depok, Jawa Barat sebagai pasien positif corona menambah risiko tekanan ekonomi bagi Indonesia.
Kendati begitu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto masih meyakini bahwa risiko ekonomi masih lebih banyak dipengaruhi pelemahan ekonomi China, bukan dari temuan kasus positif corona di Indonesia. Apalagi, skor PMI (Purchasing Managers Index) manufaktur di China merosot tajam ke angka 35,1 dari sebelumnya di kisaran 50-an. Penurunan angka ini menunjukkan bahwa industri di China nyaris berhenti sepenuhnya terpukul penyebaran virus corona.
"Industri mereka hampir berhenti. Sektor yang terdampak apakah elektronik, farmasi, tekstil, atau baja diperhatikan," ujar Airlangga usai bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Senin (2/3).
Berbeda dengan China, skor PMI manufaktur Indonesia masih bertengger di level 51,9. Artinya, industri di Tanah Air masih berjalan nomar tanpa ada hambatan. Berkaca pada kondisi ini, pemerintah sadar bahwa operasional industri dalam negeri harus didukung untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
"Salah satunya adalah kemudahan untuk ekspor maupun impor. Termasuk integrasi sistem bea cukai dan perhubungan," kata Airlangga.
Melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani, sambung Airlangga, pemerintah juga berencana memberi kelonggaran terhadap 500 perusahaan importir bahan baku manufaktur yang punya catatan positif. Seluruh 500 importir tersebut akan diberi kelonggaran perizinan agar mereka bisa memenuhi kebutuhan baku, baik dari China atau negara selain China.
"Jadi kalau itu importir yang baik diharapkan dipermudah. Tidak perlu ada lagi lartas-lartas (larangan dan pembatasan)," ujar Airlangga.
Pemerintah belum memutuskan teknis pelonggaran impor ini. Hanya saja, Airlangga menyebut sektor yang disasar antara lain otomotif, elektronik, farmasi, hingga tekstil.
Tak hanya mendukung industri, pemerintah juga punya pekerjaan rumah untuk menjaga inflasi, khususnya menjelang Ramadhan dan Lebaran. Menjaga nilai inflasi ini penting dilakukan agar daya beli masyarakat terjaga.