REPUBLIKA.CO.ID, CHRISTCHURCH -- Polisi di Selandia Baru sedang menyelidiki adanya dugaan ancaman terhadap masjid Masjid Al-Noor di Christchurch menjelang setahun serangan teror yang menewaskan 51 orang.
Dilansir di Newsweek, Selasa (3/3), ancaman itu diunggah pada layanan pesan terenkripsi Telegram pada 1 Maret, disertai dengan foto seorang pria mengenakan balaclava dengan tengkorak manusia tercetak di atasnya, duduk di sebuah mobil di luar masjid. Unggahan itu ditulis dalam bahasa Rusia dan Inggris.
Di dalamnya tertulis jamaah yang pergi ke masjid akan saling menyapa untuk terakhir kali bersama dengan simbol emoji senjata. Ancaman itu terjadi dua pekan sebelum peringatan satu tahun pembantaian Christchurch di mana seorang pria Australia bersenjata membunuh 51 orang dalam penembakan di Masjid Al-Noor dan Linwood Islamic Centre pada 15 Maret 2019.
Dalam sebuah pernyataan kepada New Zealand Herald, seorang juru bicara kepolisian mengatakan mereka tersadar untuk memperhatikan ancaman itu. "Polisi bekerja sama dengan organisasi-organisasi yang terlibat dan kami memiliki tujuan yang sama untuk memastikan keamanan komunitas kami," ujar juru bicara itu.
Berbicara kepada Stuff, Komandan Distrik Canterbury Inspektur John Price membenarkan akan ada peningkatan penjagaan dari kepolisian menjelang satu tahun terjadinya peristiwa penembakan itu dan mereka menganggap serius ancaman itu. "Kami telah meningkatkan patroli di masjid dan kami telah bekerja dengan masyarakat dan kami juga memiliki helikopter yang akan memantau keamanan di sekitar dua masjid," ujar Price.
Ini bukan sikap dan perilaku warga Selandia Baru sebagai komunitas. Mereka yang melakukannya akan bertanggung jawab atas perilaku yang tidak sesuai dengan hukum.
Pendiri Inclusif Aotearoa Collective Anjum Rahman tidak terkejut jika akan ada ancaman baru menjelang peringatan penembakan masjid. "Kami tidak berharap saat memimpin peringatan satu tahun serangan akan ada peningkatan aktivitas, jadi ini sama sekali tidak terduga," kata Rahman.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengutuk ancaman itu. "Saya dan warga Selandia Baru kecewa melihat hal itu, saat kita akan memperingati satu tahun serangan teror paling mengerikan terhadap komunitas Muslim, bahwa mereka kemudian harus menjadi target dari kegiatan semacam ini kembali," kata Ardern.