REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntun Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot Dewa Broto dalam sidang lanjutan kasus dugaan Korupsi Dana Hibah pemerintah kepada KONI dengan terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/3). Dalam persidangan, Gatot mengungkapkan pernah diminta Rp 500 juta oleh sekretaris pribadi Imam Nahrawi, Nur Rochman alias Komeng.
Permintaan itu terjadi pada Desember 2014, diduga sejumlah uang tersebut akan digunakan untuk biaya operasional Imam Nahrawi. Jaksa KPK Ronald Worotikan menanyakan kepada Gatot terkait apa yang disampaikan oleh Komeng saat itu kepada Gatot.
"Disampaikan saat itu adalah dia (Komeng) minta ini sudah akhir tahun di bulan Desember ada dana yang mungkin sisa di 2014 yang bisa digunakan untuk membackup operasional dari Pak Menteri gitu," ujar Gatot di Ruang Sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/3).
Gatot menuturkan, permintaan itu datang saat dirinya masih menjadi Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora. Gatot menilai permintaan tidak lazim, lantaran Deputi tidak memiliki kapasitas dalam pengelolaan uang.
"Ketika menyebut angka kami terus terang di Deputi V pertama kami tidak melihat sebagai suatu kelaziman, kedua itu uang dari mana. Karena Deputi tidak megang uang apa-apa," ujar Gatot.
"Tahun berapa itu?," tanya Jaksa Ronald.
"Desember 2014, saya sebagai Deputi V," ucap Gatot
"Apakah Menteri sebelumnya pernah ada permintaan seperti itu," cecar Jaksa Ronald.
"Saya tidak tahu. Karena saya baru masuk Maret 2014," jawab Gatot.
Gatot mengaku tak tahu menahu ihwal kebutuhan tambahan operasional untuk Imam Nahrawi. Selain itu, Komeng juga tak pernah menyinggung permintaan untuk kebutuhan kunjungan kerja Menpora.
"Saya menyatakan kalau sampai jumlah disampaikan yaitu Rp500 juta, kami tidak ada uang. Apalagi seorang Deputi tidak memegang apa pun. Uang itu menempel di pejabat pembuat kepentingan masing-masing asisten Deputi," jelas Gatot.
Mendengar jawaban Gatot saat itu, Komeng tak menyerah. Menurut Gatot, Komeng kembali meminta uang melalui pesan elektronik. "Beliau SMS saya 'Pak Deputi apakah yang tempo hari kok belum dieksekusi' kemudian saya tanya yang mana, 'Yang komitmen dari deputi V', 'Oh belum. Coba koordinasi ke Chandra waktu itu'. Setelah itu Pak Komeng tidak lagi ngejar saya," jelas Gatot.
Imam Nahrawi didakwa telah menerima uang suap sebesar Rp11,5 miliar. Selain suap, Imam juga didakwa menerima gratifikasi Rp 8,6 miliar. Atas perbuatannya dalam suap, Imam didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara terkait gratifikasi, Imam didakwa Pasal 12B UU Tipikor Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.