REPUBLIKA.CO.ID, LAKECOMO -- Industri pariwisata dunia mengalami penurunan drastis karena wabah virus corona atau yang dikenal dengan Covid-19. Di Danau Como, utara Italia yang biasanya dipenuhi wisatawan. Turis turun dari hotel mereka dan memenuhi jalanan.
Tahun ini karena-Covid 19 para pengelola hotel bertanya-tanya apakah ada wisatawan yang datang. Pekan lalu dalam jangka waktu tiga hari lebih dari setengah pesanan kamar hotel di wilayah tersebut dibatalkan.
Hal ini terjadi ketika Italia menjadi negara yang paling terdampak wabah Covid-19 di luar Asia. Sekarang pengelola hotel dan villa gelisah menanti dampak wabah tersebut selama musim panas.
"Kami pernah mengalami naik dan turun di masa lalu, tapi tidak ada yang seperti ini, terutama turis dari Amerika tampaknya yang menjadi korban kegelisahan psikologis kolektif ini, saya khawatir," kata presiden operator hotel Como di Roberto Cassani kepada Bloomberg, Rabu (4/3).
Ketika wabah yang berawal dari China ini merebak ke seluruh dunia. Bisnis pariwisata menghadapi ancaman yang semakin besar. Setelah pemerintah China melarang warganya bepergian. Turis-turis China yang mendorong industri pariwisata di seluruh dunia tetap berada di rumah mereka.
Pemerintah China melarang jutaan orang China keluar dari rumah mereka. Paket wisata juga sudah dilarang dijual. Hotel-hotel di Makau dan pantai-pantai di Asia Tenggara pun kosong. Antrian di depan butik Louis Vuitton di Paris juga tidak lagi terlihat.
Walaupun penyebaran di China menurun tapi meningkat di negara-negara lain termasuk Korea Selatan dan Italia. Total kasus Covid-19 di dua negara itu mencapai 7.000 kasus dari 92 ribu kasus seluruh dunia. Sekarang tidak cuma wisatawan China yang tidak keluar rumah.
Wisatawan Jerman dan Belgia juga mempertimbangkan kembali wisata es di Italia. Turis-turis Jepang membatalkan perjalanan mereka ke Bali. Menurut organisasi perdagangan dunia (WTO) pada tahun 2018 lalu pendapatan industri pariwisata mencapai 1,7 triliun dolar AS.
Asosiasi Bisnis Travel Global mengatakan virus corona dapat merugikan industri pariwisata hingga 47 miliar dolar AS setiap bulan. Perusahaan maskapai penerbangan dan operator wisata juga mengalami kerugiaan yang sama. Asosiasi Transportasi Udara Internasional memprediksi kerugian industri penerbangan dapat mencapai 30 miliar dolar AS setiap bulan.
"Kami tidak dapat mengatakan berapa lama situasi ini berlangsung," kata chief financial officer Amadeus IT Group, Ana de Pro.
Virus tersebut menimbulkan kerugian terburuk bagi industri pariwisata sejak serangan teroris 9/11 pada tahun 2001, wabah SARS dan perang Irak dua tahun kemudian. Perusahaan penerbangan, operator wisata dan hotel sudah bergulat menyesuaikan diri dari perubahan bagaimana masyarakat berwisata.