Kamis 05 Mar 2020 17:21 WIB

Skrining Perlu Diperluas, Pelacakan Jangan Pakai Police Line

Pemerintah direkomendasikan untuk memperluas skrining setelah ditemukan kasus corona.

Petugas mendeteksi suhu tubuh (thermal scanner) penumpang pesawat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (22/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas mendeteksi suhu tubuh (thermal scanner) penumpang pesawat di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (22/1).

REPUBLIKA.CO.ID, Antara, Arif Satrio Nugroho, Dessy Suciati Saputri

Ditemukannya dua kasus positif corona (Covid-19) di Indonesia, menandakan virus yang awal mewabah di Wuhan, China, saat ini telah sampai di Tanah Air. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun membentuk Satgas Kewaspadaan dan Kesiagaan Covid-19 dan merekomendasikan kepada pemerintah untuk memperluas skrining.

Baca Juga

"Walaupun sebagian besar kasus menunjukkan hasil pemeriksaan yang negatif, namun munculnya dua kasus yang positif pada tanggal 2 Maret 2020 menimbulkan kewaspadaan yang tinggi," kata Ketua Satgas Covid-19 Prof dr Zubairi Djoerban SpPD dalam keterangannya di kantor IDI Jakarta, Kamis (5/3).

IDI merekomendasikan agar pemerintah memperluas skrining di bandara atau pelabuhan. Skrining perlu dijalankan terhadap seluruh penumpang pesawat dan kapal yang berasal dari luar negeri, tidak terbatas hanya pada negara terjangkit saja, yang memiliki gejala demam.

"Bila terdapat demam, sebaiknya dilakukan swab tenggorok atau pemeriksaan sputum atau dahak tanpa menunggu bukti terdapat pneumonia pada foto toraks, untuk dilakukan pemeriksaan coronavirus dengan PCR," kata Zubairi.

Selain itu, IDI juga merekomendasikan pemerintah agar terus memberikan edukasi tentang Covid-19 dan pencegahannya secara reguler melalui media massa. IDI juga menginginkan agar ada edukasi di seluruh instansi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten-kota, kecamatan, sekolah, dan universitas di seluruh Indonesia, baik negeri maupun swasta.

Pemerintah juga dianjurkan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai Covid-19 dari mulai definisi, gejala, dan pemeriksaan yang dapat dilakukan. Dengan begitu, masyarakat secara sukarela memeriksakan diri apabila terjadi gejala klinis.

IDI juga mengimbau pemerintah untuk terus memberikan informasi terkini kepada masyarakat tentang situasi terkait Covid-19 secara reguler dengan lebih transparan serta memberikan klarifikasi terhadap hoaks yang tersebar untuk meredam keresahan masyarakat. IDI meminta agar pemerintah menambah jumlah rumah sakit rujukan baik pemerintah maupun swasta.

Pemerintah juga disebut perlu menambah jumlah laboratorium agar mampu melakukan pemeriksaan deteksi Covid-19. Di samping itu, pemerintah harus memastikan ketersediaan alat untuk swab yang sesuai dengan standar di seluruh Dinas Kesehatan.

Selain itu, pemerintah juga harus memastikan penanganan sampel yang baik. Dengan begitu, spesimen yang dikirim dari berbagai Rumah Saklt di Indonesia terjaga.

"Sehingga apapun hasil pemeriksaan akan dipercaya semua pihak," kata Zubairi.

Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk melakukan pelacakan pada orang-orang atau tempat yang mengalami kontak dekat atau closed contact dengan penderita positif corona. Namun, Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso Mohammad Syahril berharap penelusuran atau pelacakan itu tak dilakukan secara berlebihan. Sehingga, pelacakan itu tidak membuat masyarakat merasa tidak nyaman.

"Sekali lagi tolong jangan juga berlebihan tracking itu ya. Jangan pakai police line segala macam, membuat masyarakat tidak nyaman. Takut kita membuat suasana enak lah ya," kata Syahril di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, Kamis (5/3).

Di RSPI, saat ini RSPI tengah menunggu pemeriksaan hari kelima pada dua warga yang positif Corona. Pemeriksaan akan dilaksanakan pada Jumat (6/3) esok hari. Jika dinyatakan negatif melalui dua kali tes, maka keduanya dapat dipulangkan.

"Mudah-mudahan nanti hasilnya negatif, dan kami periksa lagi negatif dua kali, dan keadaannya baik ya kami pulangkan, artinya dinyatakan sembuh," ujar Syahril.

Awalnya pada Rabu (4/3), terdapat sembilan pasien yang mengalami closed contact dengan pasien Corona, termasuk dua pasien yang telah dinyatakan positif. Dari sembilan itu, satu WNA dinyatakan sembuh dan pulang, dan seorang lagi dikeluarkan dari isolasi.

Sehingga, dari sembilan jumlah awal tersisa tujuh. Namun, pada Rabu (4/3) malam, dua orang kembali datang dan ditempatkan di ruang isolasi. Maka, jumlah closed contact yang dirawat pada Kamis (5/3) pagi, ada sembilan orang, termasuk dua orang yang telah dinyatakan positif.

Data PDP

Juru Bicara Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto, pada Kamis menyebut 156 WNI saat ini masuk dalam kategori pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona. Ke-156 pasien tersebut berasal dari 35 rumah sakit di seluruh Indonesia.

"Pasien dalam pengawasan atau spesimen yang kita terima untuk diterima yang berasal dari rumah sakit itu 156. Artinya ada 156 pasien dalam pengawasan. Berasal dari 35 rumah sakit yang tersebar di 23 provinsi," jelas Yurianto di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (5/3).

Dari 156 pasien tersebut, sembilan di antaranya masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan untuk menentukan adanya virus corona atau tidak dilakukan melalui dua metode.

Selain menggunakan metode PCR yang hasilnya dapat diketahui dalam waktu kurang dari 24 jam, juga menggunakan metode genome sequencing. Namun, untuk mengetahui hasil pemeriksaan dengan menggunakan metode genome sequencing ini membutuhkan waktu hingga tiga hari.

"Nah genome sequencing membutuhkan waktu tiga hari untuk memastikan ini. Ada sembilan yang tadi masih saya katakan menunggu, yang lainnya negatif. Ini yang berasal dari rumah sakit," kata dia.

Yurianto menjelaskan perbedaan pasien yang masuk dalam kategori orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). Seseorang dimasukan dalam kategori ODP jika yang bersangkutan diketahui datang ke Indonesia dari negara episentrum virus corona, seperti China, Jepang, Korea Selatan, Iran, dan Italia. Kendati demikian, mereka yang masuk dalam kategori ini bukan berarti bahwa ia sedang sakit atau terinfeksi virus corona. 

"Jadi jangan dimaknai bahwa orang ini sakit. Kita melakukan pemantauan untuk dalam rangka secara cepat kita bisa melakukan tracking. Tracking manakala terjadi apa-apa yang dikaitkan dengan Covid-19," jelas dia.

Kemudian mereka akan dimasukkan dalam kategori PDP jika seseorang dalam kategori ODP sakit dengan gejala mirip influenza seperti batuk, demam, dan sesak nafas. "Pasien dalam pengawasan inilah yang harus betul-betul kita lakukan perawatan dengan baik karena ini sudah jadi pasien," ucap Yurianto.

Pasien ODP ini nantinya akan ditelusuri lebih lanjut terkait riwayat kontak dengan pasien positif corona. Jika memang memiliki kontak, maka pasien tersebut akan ditempatkan sebagai pasien suspect virus corona.

"Begitu kita menyatakan suspect, maka kita harus melakukan pemeriksaan virus. Ini untuk memastikan apakah ini confirm enggak ini. Kalau positif confirm maka kita akan confirm Covid-19. Ini frame-nya," ungkapnya.

Namun mengingat kondisi kewaspadaan saat ini di mana banyak orang yang dilaporkan positif virus corona dengan gejala ringan, pemerintah pun kemudian menurunkan standar untuk melakukan akses pemeriksaan spesimen. Sehingga pengambilan sampel spesimen tak lagi di pasien suspect, namun di pasien PDP.

photo
Infografis Dua Warga Depok Positif Corona - (istimewa)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement