REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Salah satu kekuatan ekonomi kerakyatan adalah perhatian dan pemberdayaan terhadap pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Itulah yang fokus dikawal oleh Anggota Komisi VI DPR Fraksi Nasdem, Subardi di sela-sela kunjungan reses. Subardi memantau langsung suasana galeri UMKM di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Slemen, Rabu (4/3). Di galeri ini terdapat beragam jenis produk UMKM, mulai dari makanan, kerajinan tangan, fashion, hingga mebel.
Di Kabupaten Sleman terdapat 48 ribu jenis UMKM yang di dalamnya terdiri dari sektor perdagangan dan jasa. Jumlah ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Saya sangat fokus mengawal pertumbuhan UMKM dengan berbagai cara, salah satunya melalui marketing digital yang dimuat dalam database Disperindag dan Dinas Koperasi.
"Para pelaku UMKM harus difasilitasi, apapun caranya. Saya apresiasi dengan program Disperindag yang aktif memberi pelatihan, pendampingan, dan pemasaran. Banyak pameran lokal, regional, dan nasional yang diikuti UMKM asal Sleman. Strategi jemput bola tersebut efektif mengatasi persoalan pemasaran," kata Subardi dalam rilisnya, Kamis (5/3).
Kepala Disperindag Sleman Mae Rusmi Suryaningsih mengatakan pihaknya tidak membeda-bedakan UMKM dari jenis produknya maupun dari pangsa pasarnya. Semua mitra UMKM akan diperlakukan sama. Cara ini cukup efektif mendorong produktivitas UMKM hingga menembus pasar ekspor.
Pada 2019, salah satu pasar ekspor terbesar adalah Jepang dengan nilai ekspor mencapai 42.196.424 dolar AS. Ada tiga komoditas unggulan yang tembus pasar Jepang, pertama sarung tangan kulit, kedua pakaian jadi atau tekstil, dan ketiga mebel.
Lebih lanjut, Subardi akan membawa aspirasi dari pelaku UMKM dengan cara membentuk regulasi kemitraan dengan toko modern atau ritel. Regulasi di tingkat pusat akan dibahas bersama mitra kerja Komisi VI yakni Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Berdasarkan data dari Disperindag Sleman, jumlah UMKM yang bermitra dengan toko modern tak sampai 50 persen. Kelemahannya masih pada produksi, misalnya kemasan dan brand.