Jumat 06 Mar 2020 20:27 WIB

Haris: Sidang In Absentia Masiku, Modus Baru Lari dari KPK

KPK akan melakukan berbagai upaya untuk menangkap Harun Masiku.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Direktur Lokataru Foundation, Haris Azhar.
Foto: Republika/Riza Wahyu Pratama
Direktur Lokataru Foundation, Haris Azhar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar menilai, sejumlah tersangka yang kini masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) merupakan modus baru untuk lari dari jeratan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Saat ini, KPK sedang mempertimbangkan persidangan in absentia lantaran tersangka kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR RI, Harun Masiku masih belum diketahui keberadaannya.

Baca Juga

"Ini kan kayaknya modus ya, salah satu kayak semacam terencana ada dalam gambaran ke depan. KPK ke depan nih kayaknya bakal banyak punya klien yang DPO. Modusnya ke depannya gitu. Kedepannya ya kesitu. KPK nya cuman poco-poco saja begitu, KPK nya ke sana , KPK nya ke sini. Ya inilah yang kami bilang KPK bakal lemah," tegas Haris di Jakarta, Jumat (6/3).

Haris tak memungkiri mekanisme peradilan in absentia memang diperkenankan dalam undang-undang. Namun, dalam kasus KPK, pemberlakuan mekanisme tersebut hanya sebuah bentuk pelarian dari KPK terhadap kasus-kasus dugaan suap maupun korupsi yang sedang berjalan.

"Kayak menghakimi angin, dianggap ada peristiwa tapi pelakunya enggak ada, dibawa ke pengadilan orangnya enggak ada. Terus nanti begitu mau dihukum, dihukum itu kan orangnya dipenjara, pengembalian aset kagak ada juga," kata Haris.

Sebelumnya, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai tidak tepat bila menggelar persidangan in absentia atau proses mengadili seseorang tanpa dihadiri oleh terdakwa terhadap Caleg PDIP Harun Masiku.

"Untuk saat ini rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan Harun Masiku dan Nurhadi dengan metode in absentia, sebab sampai hari ini publik tidak pernah melihat adanya keseriusan dan kemauan dari pimpinan KPK untuk benar-benar menemukan dan menangkap kedua buron tersebut," kata Kurnia saat dikonfirmasi, Jumat (6/3).

Kurnia tak menampik bila pada dasarnya Pasal 38 ayat (1) UU Tipikor memang membuka celah bagi KPK untuk tetap melimpahkan berkas ke persidangan tanpa kehadiran terdakwa atau in absentia. Namun, lanjut Kurnia, penting untuk diingat bahwa pasal tersebut dapat digunakan dengan syarat khusus yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan.

Menanggapi kritikan tersebut Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menegaskan segala upaya telah dilakukan KPK.

"Kami merasa begini, bahwa upaya secara maksimal tetap akan kita lakukan baik tertangkap ataupun ditemukan seusai persidangan, itu menjadi bagian dari profil KPK tidak kemudian akan menunggu tertangkap terlebih dahulu," ujar Ghufron di Gedung KPK, Jumat (6/3).

Ia pun menyebut persidangan merupakan tempat para terdakwa untuk membela diri. Sehingga, bila para terdakwa tidak juga menyerahkan diri maka mereka tidak menggunakan haknya.

"Artinya, keberadaannya mau ada atau tidak yang jelas itu adalah hak dia untuk membela. kemudian kalau dia tidak ada, sekali lagi itu berarti tersangka atau terdakwa tidak gunakan haknya untuk membela diri," terangnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement