REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebenarnya mampu menangkap dua buronan tersangka kasus suap dan korupsi Nurhadi dan Harun Masiku. Terlebih, tidak sedikit anggota KPK yang berasal dari institusi kepolisian.
"Saya yakin bisa dan kalau mampu, saya yakin mampu. Cuma nggak mau saja," kata Boyamin Saiman dalam sebuah diskusi bertajuk 'Memburu Buron KPK' di Jakarta Pusat pada Jumat (6/3).
Boyamin mencontohkan, saat itu KPK berhasil memburu tersangka kasus wisma atlet, M Nazarudin sampai ke Kolombia. Lanjutnya, banyaknya anggota KPK yang berasal dari kepolisian saat ini seharusnya dapat mempermudah perburuah Nurhadi dan Harun Masiku.
Contoh lainnya, dia melanjutkan, adanya kemampuan kepolisian untuk mendeteksi teroris dimanapun mereka berada. Apalagi, sambungnya, Harun Masiku dan Nurhadi yang merupakan warga sipil seharunya lebih mudah untuk dilacak dan ditangkap.
"Kan enggak mungkin dia hidup di tengah hutan sendirian tanpa makan tanpa minum, pasti di tempat-tempat tertentu misalnya melacak uang pembayaran makanan atau apa," ujarnya.
Boyamin mengungkapkan, jangankan kepolisian, publik sata ini saja bisa memberikan informasi sangat detail terkait dengan kontraktor Nurhadi. Informasi itu, dia memgungkapkan, didapatkan usai MAKI mengadakan sayembara terkait keberadaan Nurhadi dan Harun Masiku.
Kendati, dia mengaku saat ini masiu belum mendapatkan informasi terkait keberadaan Harun dan Nurhadi. Namun MAKI, dia megatakan, sudah membantu denfan menginformasikan titik koordinat alamat kengkap aset milik Nurhadi.
"Ini setidaknya kan ada jejak di situ, artinya kan ada jejak di situ meski ornagnya tidak ada. Dilacak sampai posisi terlihat terakhir di mana," katanya.
Seperti diketahui, KPK masih memburu dua tersangka korupsi Nurhadi dan Harun Masiku yang sudah masuk dalam DPO. Harus merupakan tersangka kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024, sementara Nurhadi adalah tersangka pengurusan kasus di Mahkamah Agung (MA).